Mencari perempuan Islam yang patut menjadi teladan dalam hal habluminallah dan habluminannaas, tentu akan sangat banyak memunculkan nama. Namun, ada satu nama yang belum banyak tersiar kabarnya, meskipun sangat harum akhlaknya.
Hadhrat Nusrat Jehan Begum ra (1865-1952) adalah contoh yang sangat baik dari semua kualitas yang disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an di atas. Dia adalah contoh modern dari keunggulan spiritual, moral dan pribadi yang dapat dicapai dengan mengikuti perintah-perintah Al-Qur’an.
Tak banyak yang mengenal sosok ini, terlebih karena beliau ra tak lain adalah istri dari Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as), Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Nusrat Jehan, berarti ‘Penolong Dunia’, selalu menunjukkan akhlak sebagaimana nama yang tersemat untuknya.
Hadhrat Nusrat Jehan Begum (ra) dikenal dalam komunitas Muslim Ahmadiyah dengan dua nama lain. Pertama, ‘Ummul-Mu’mineen’ yang berarti ‘Ibunda dari Orang Beriman’. Nama ini menandakan nilai dan rasa hormat kepada beliau sebagai istri Hadhrat Masih Mau’ud (as). Nama panggilan kedua beliau adalah sebutan penuh kasih sayang yang digunakan anggota keluarga, yaitu ‘Amma Jaan’. Nama ini bisa diartikan sebagai ‘Ibu yang Terhormat dan Tersayang’.
Sebagaimana nama yang tersemat, beliau bukan sekadar mencurahkan kasih sayangnya kepada keluarga. Pelayanan beliau kepada kemanusiaan juga menunjukkan limpahan kasih sayang beliau yang sangat patut diteladani.
Teladan Getaran Ibadah
Hadhrat Amma Jaan (ra) dapat menjadi standar ibadah tertinggi, terutama bagi wanita modern yang hidup di dunia materialistis ini. Setiap saat beliau mempersembahkan doa hariannya dengan kerendahan hati, cinta, dan pengabdian.
Pada hari-hari ketika beliau tidak diharuskan untuk salat, Hadhrat Amma Jaan tetap menghabiskan waktu setelah adzan dengan berdoa dan mengingat Allah. Bulan Ramadhan menjadi perhatian khusus bagi beliau. Selain salat lima waktu, beliau juga bangun Tahajud, kemudian salat subuh (ishraq) bersama dengan salat sunnah serta salat nawafil lainnya.
Beliau sangat rutin bersedekah dan sering memasak makanan untuk tiga atau empat orang sebagai fidyah (penghapusan bagi mereka yang tidak bisa berpuasa).
Beliau membaca Al-Qur’an dan meminta siapapun perempuan yang berada di rumah untuk mengagungkan Al-Qur’an dengan membacanya secara teratur. Ibadah yang dilakukan bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan beliau mendorong orang-orang di sekitarnya untuk melakukan hal yang sama.
Jika beliau mengetahui salah satu putri atau cucunya sedang berpuasa, dia akan membuatkan makanan sahur dan berbuka khusus untuk mereka. Beliau juga mencatat anak-anak yang salat berjamaah dan mengungkapkan kegembiraanya atas tindakan tersebut.
Teladan di Rumah dan di Masyarakat
Hadhrat Amma Jaan (ra) memiliki rumah tangga yang sangat besar. Penuh dengan sesepuh, kerabat, anak-anak, yatim piatu, janda, pembantu rumah tangga dan aliran tamu rutin dari masyarakat.
Namun, tangannya sendiri juga ikut sibuk memasak, memintal, merebus susu, memberi makan kerbau, menanam bunga dan tumbuhan selain melatih dan membantu pembantu rumah tangga.
Tidak berhenti di sana, beliau masih tetap memilki waktu setiap hari untuk berjalan-jalan di Qadian dan mengunjungi wanita dan kerabat. Menanyakan kesehatan orang-orang dan menasihati wanita sehubungan dengan menjalankan rumah tangga mereka.
Tangan terampil Hadhrat Amma Jaan melahirkan makanan lezat serta keterampilan seperti membuat baju atau bantal sederhana. Hasil dari keterampilan tersebut bisa menjadi anggaran perbaikan rumah secara sederhana.
Beliau bahkan mencari tahu tentang narapidana yang berada di penjara karena hutang keuangan dan mengirimkan uang untuk narapidana Muslim dan non-Muslim tersebut agar mereka dapat menikmati makanan enak.
Hadhrat Amma Jaan (ra) menyiapkan makanan 24 jam sehari untuk para tamu sehingga jika Hadhrat Masih Mau’ud as meminta paratha (roti goreng yang biasa digunakan di Asia Selatan), teh, acar, chutney, lassi (minuman yogurt) atau susu untuk tamu, semua selalu tersedia.
Ketabahan
Insiden lain berkaitan dengan bagian yang sangat pribadi dari sejarah hidupnya, yaitu memiliki anak. Selama kehidupan pernikahannya, beliau memiliki sepuluh anak, lima di antaranya selamat untuk tumbuh dewasa. Kehilangan satu anak sudah cukup berat, tetapi kehilangan lima anak memang merupakan ujian besar yang dilalui dengan ketabahan yang luar biasa.
Hadhrat Mirza Sharif Ahmad(ra), putranya, telah menulis, ‘Ketika Mubarak Ahmad tersayang, yang adalah saudara kami, meninggal dunia, tidak ada ratapan di rumah kami. Baik anak laki-laki tidak meratap, maupun anak-anak maupun Amma Jaan. Bahkan ketika Hadhrat Masih Mau’ud mengatakan kepada Amma Jaan bahwa beliau telah meninggal dunia, beliau hanya mengucapkan kata-kata terima kasih dan penerimaan atas kehendak Allah.’
Masya Allah.