Official Website Organisasi Perempuan Muslim Ahmadiyah

Asma binti Abu Bakar ra – Muslimah Toleran, Pemilik Dua Ikat Pinggang

Asma Abu bakar

Nama lengkapnya Ummu Abdullah Asma binti Abu Bakar, Abdullah ibn Abi Quhafah, ‘Utsman ibn ‘Amir ibn Amr ibn Ka’b ibn Sa’d ibn Taim,’ al-Quraisyiyyah, al-Taimiyyah, al-Makkiyyah, al-Madaniyyah. Seorang sahabat wanita terkemuka yang turut berhijrah, sosok wanita cerdas, bijak, mulia, sekaligus wanita penyair dan pembuat prosa.

Asma termasuk wanita unggulan, terkenal dengan kecerdasan, dan kemuliaannya. la juga termasuk wanita unggulan, tokoh besar, terkenal dengan kecerdasannya, kemuliaan hatinya, dan kekuatan pendiriannya. Dan ia merupakan sahabat yang terakhir wafat.

la dilahirkan di Makkah, tepatnya 27 tahun sebelum peristiwa Hijrah. Hal ini kembali ditegaskan oleh Abu Nu’aim, Asma binti Abu Bakar dilahirkan 27 tahun sebelum Hijrah. Sedangkan ayahnya sewaktu ia lahir berusia dua puluh tahun lebih.

Ibunya bernama Qailah. Asma adalah saudara sekandung ‘Abdullah ibn Abu Bakar. Usianya 10 tahun lebih tua daripada saudari seayahnya, ‘Aisyah.

Asma juga dijuluki “Dzatu Nithaqain,” pemilik dua ikat pinggang. Diceritakan, ia membelah ikat pinggangnya jadi dua. Yang satu kemudian ia gunakan sebagai bungkus makanan Rasulullah SAW, yang satu lagi sebagai bungkus geriba beliau pada malam beliau bersama Abu Bakar berangkat ke gua

Dalam bahasa Arab, nithaq sendiri berarti sehelai kain yang biasa dikenakan perempuan untuk mengikat pinggangnya. Bagian atasnya dibiarkan merumbai ke bawah hingga ke bagian lutut.

Sedangkan bagian bawahnya menjuntai ke tanah tak ada yang menahan. Ada pula yang mengatakan, nithiq adalah sejenis pakaian yang ada ikat pinggangnya.

Mengutip informasi al-Bukhari, Ibnu Hajar mengungkapkan Asma pernah membelah kain nithaq-nya menjadi dua. Salah satu belahannya dipergunakan untuk membungkus bekal makanan Rasulullah SAW dan Abu Bakar di gua Hira. Karena kepemilikan satu helai kain nithaq yang dibelah menjadi dua itulah Asma dijuluki dengan “Dzatu Nithaqain“.

Para penduduk Syam pernah mengolok-olok Ibnu al-Zubair dengan julukan “Dzatun Niqathain” pada hari mereka memeranginya. Kemudian, Asma bertanya kepada putranya Abdullah, “Apakah mereka benar mengolok-olokmu?” Abdullah menjawab, “Benar.” Asma menyatakan, “Demi Allah, dia adalah benar!”

Sewaktu berjumpa dengan al-Hajjaj, Asma pernah ditanya, “Mengapa engkau mengolok-olok Abdullah dengan julukan Dzatun Nithaqain?” Asma menjawab, “Memang, aku pernah memiliki sepotong ikat pinggang yang biasa dikenakan oleh kaum wanita dan sepotong ikat pinggang yang aku gunakan untuk membungkus makanan Rasulullah.”

Asma juga masuk Islam sejak di Makkah. Hal ini ditandaskan oleh Ishaq, “Sesungguhnya Asma binti Abu Bakar masuk Islam setelah 17 orang.” Selanjutnya, Asma membaiat Nabi SAW dan beriman kepadanya dengan sangat kuat.

Di antara bukti kuatnya keislaman Asma binti Abu Bakar, sewaktu ibunya Qatilah binti Abdul ‘Uzza yang telah diceraikan Abu Bakar sejak zaman Jahiliyah, datang kepada dirinya membawa berbagai hadiah seperti kismis, samin, dan anting-anting. Namun, Asma menolak menerima hadiah tersebut, bahkan menolak sang ibu masuk rumah.

Setelah kejadian itu, ia mengirim utusan kepada Aisyah, “Mohon tanyakan kepada Rasulullah tentang ibuku itu.” Disampaikan oleh ‘Aisyah, “Biarkanlah ibunya masuk rumah dan dia menerima hadiah.”

Terkait dengan beberapa peristiwa penolakan Asma kepada ibunya yang belum memeluk Islam, Allah SWT menurunkan beberapa firman-Nya:

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan) (al-Baqarah [2]: 272).

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (al-Mumtahanah [60]: 8)

Sewaktu Perang Yarmuk, Asma pun turun langsung bersama suaminya. la benar-benar menunjukkan keberaniannya. Di musim fitnah itu, ia membawa sebilah belati yang diletakkan di balik lengan bajunya, dan bergabung dengan pasukan Sa’id ibn al-Ash. Sewaktu ada yang bertanya, “Apa tujuannya engkau melakukan seperti ini?” Asma menjawab, “Jika ada pencuri yang datang kepadaku, akan kutusuk perutnya.” Maka ‘Umar ibn al-Khattab pun menghadiahinya uang seribu dirham.”

Asma binti Abu Bakar juga dikenal sebagai wanita yang mulia, pemurah, dan dermawan. Ia tak pernah menyimpan sesuatu untuk esok hari. Asma binti Abu Bakar wafat di Makkah pada bulan Jumadal Ula, 73 tahun setelah peristiwa hijrah dalam usia 100 tahun. Sewaktu wafat, tidak ada satu pun gigi yang tanggal. Bahkan, ingatannya masih normal dan sempurna.

LI Indonesia Update