Rasulullah ﷺ bersabda :
“Dari Anas bin Malik mengatakan bahwa Nabi Muhammadﷺ bersabda, Pemuka wanita ahli Surga ada empat. Ia adalah Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulallah ﷺ, Khadijah binti Khuwailid dan Asiyah, istri Firaun.” (HR Muslim dan Hakim).”
Fatimah Az-zahra dilahirkan di Makkah pada 20 Jumadil Akhir, 18 tahun sebelum Rasulullah ﷺ hijrah atau di tahun kelima dari kerasulannya. Dia adalah putri bungsu Rasulullah ﷺ setelah Zainab, Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Dari kisah Aisyah Radhiallahu’anha saat bertanya kepada Fatimah, mengapa ia menangis kemudian tertawa saat Rasulullah membisikannya sebelum wafatnya. Lalu Fatimah menjawab, “Pada bisikan pertama, Rasulullah ﷺ menyatakan, “Malaikat Jibril setiap tahunnya menyodorkan Al-Quran satu kali kepadaku, namun tahun ini datang dua kali. Aku pikir alasannya adalah karena ajalku telah dekat dan engkau akan menjadi orang pertama yang akan menyusulku.”
Saat aku (Fatimah) mendengarnya, aku menangis.” Fatimah melanjutkan, “Kemudian Rasulullah ﷺ berbisik lagi untuk kedua kalinya, “Apakah engkau tidak bahagia saat menjadi penghulu wanita Surga atau penghulu wanita mukminin!” Maka aku tersenyum gembira mendengarnya.”
Az-Zahra
Arti nama Siti Fatimah Az Zahra dalam Islam adalah gadis yang lembut hatinya dan selalu berseri-seri. Gadis ini lahir dari rahim wanita hebat bernama Khadijah binti Khuwalid.
Rasulullah ﷺ memanggil Fathimah, kemudian beliau berbisik kepadanya, tiba-tiba Fathimah menangis, kemudian beliau berbicara kepadanya (yang kedua kali), dan dia tersenyum.” Ummu Salamah melanjutkan; “Ketika Rasulullah ﷺ meninggal dunia, maka aku bertanya kepadanya perihal sesuatu yang membuatnya menangis dan tersenyum.” Fathimah berkata; “Rasulullah ﷺ telah mengabariku bahwa beliau akan meninggal dunia, maka aku menangis, kemudian beliau memberitahukanku bahwa aku adalah wanita penghulu syurga selain kepada Maryam binti Imran, maka aku pun tersenyum.” (HR. Tirmidzi).
Abu Abdillah berkata, “Fatimah memiliki sembilan nama di sisi Allah SWT, yaitu Fatimah, ash-Shiddiqah (wanita yang terpercaya), al-Mubarakah (wanita yang selalu kelimpahan berkah), ath-Thahirah (wanita yang suci), az-Zakiyyah (wanita yang senantiasa menjaga kesucian), ar-Radhiyyah (ridha atas apa saja yang telah ditetapkan), al-Mardhiyyah (orang yang diridhai), al-Muhaditsah (wanita yang menggunakan kata yang cermat), dan az-Zahra (yang berkilauan).”
Kemudian ia juga dijuluki Ummu Abiha (anak yang menjadi seperti ibu bagi ayahnya). Karena dengan sigapnya Fatimah membantu Rasulullah ﷺ dalam dakwahnya setelah kepergian ibunda tercinta Khadijah, ia merawat dan mempersiapkan keperluan Rasulullah ﷺ.
Fatimah memiliki akhlak yang santun, taat, dermawan, dan teguh karena ia hidup dalam didikan ayahnya yang amat sangat mencintainya, bahkan Rasulullah ﷺ berkata bahwa siapapun yang menyakiti Fatimah berarti telah menyakitinya.
“Sesungguhnya Fathimah adalan bagian dari dagingku, menyakitiku apa-apa yang menyakitinya, dan membuatku marah apa-apa yang membuatnya marah.” (HR: Thabrani dalam Mu’jam Kabir no.18446).
Dan dalam hadits lain diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Telah menceritakan kepadaku Abu Ma’mar Ismail bin Ibrahim Al Hudzali Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amru dari Ibnu Abu Mulaikah dari Miswar bin Makhramah dia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari dagingku, apabila ada sesuatu yang menyakitinya maka akan membuatku sakit pula.” (HR: Bukhari Muslim).
Cinta Suci Sang Pemimpin Wanita di Surga
Bahkan tidak mungkin ada satu orangpun yang tidak merasakannya walau itu manusia yang paling mulia sekalipun. Karena cinta sesuatu yang indah, diberikan kepada setiap hati oleh Sang Pemilik Cinta, Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS: Ali-Imron:14).
Namun, apakah cinta yang kita miliki dan kita rasakan sudah sesuai dengan apa yang diridhoiNya? Sudahkah kita mejadikan Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya memiliki cinta kita lebih dari siapapun ? Apakah kita dengan asal mengumbar cinta ataukah memberikannya kepada Sang Pemilik cinta untuk dilabuhkan kepada hati yang tepat?
Inilah yang dilakukan sosok mulia Fatimah Az-zahra yang telah mampu menjadikan cintanya sesuci dirinya, dan semurni hatinya, sehingga Allah Subhanahu wata’ala melabuhkannya kepada hati yang tak kalah kesucian dan kemurniannya.
Seperti cermin yang sangat nyata jika disatukan, Allah Subhanahu wata’ala telah membalas penantian antara dua sosok yang menjaga cinta mereka sebelum waktu yang diridhoiNya, Allah Subhanahu wata’ala mempertemukan dua cinta suci yang patut kita jadikan tauladan untuk kehidupan kita.
Bagaimana awal kisah cinta Fatimah dan Ali yang lebih romantis dari kisah-kisah cinta di televisi, saat sososk Ali yang menaruh hati kepada Fatimah saat di peperangan ia melihat Fatimah dengan sigap dan lincahnya merawat ayahanda tercinta yang tidak lain adalah Rasulullah ﷺ.
Namun Ali tidak pernah sekalipun mengungkapkan bahkan menunjukan semua itu kepada Fatimah. Sudah sangat lama Ali berusaha memantaskan dirinya agar bisa bersanding dengan Fatimah, ada keinginan di hatinya untuk mempersunting putri bungsu Rasulullah ﷺ itu. Namun ia ragu, karena ia tidak memiliki harta sepeserpun untuk diberikan sebagai mahar untuk Fatimah.
Pada suatu ketika datanglah Abu bakar Ash-sidiq radiallahu’anhu dan Umar bin Khattab radiallahu’anhu untuk mempersunting Fatimah, tentunya banyak dari kalangan sahabah yang ingin menikah dengan sosok mulia itu, selain karena akhlaq-nya yang santun dan ketaatannya kepada Allah Subhanahu wata’ala yang luar biasa, banyak yang menginginkan nasabnya menyambung dengan nasab Rasulullah ﷺ.
Tetapi pada saat itu Rasulullah ﷺ menolak Abu bakar dan umar dengan halus, berita itupun menyenangkan hati Ali, namun ia tidak memiliki keberanian diri untuk datang kepada Rasulullahﷺ untuk menyampaikan niat baiknya yaitu melamar putri bungsu Rasulullah tak lain adalah Fatimah Az-zahra. Setelah mendapatkan saran dari beberapa sahabatnya Ali datang menemui Rasulullahﷺ dan menyampaikan maksudnya untuk meminang Fatimah.
Dengan sikap bijak dan arifnya Rasulullah ﷺ mampu mengusir kegelisahan Ali mengenai mahar untuk Fatimah. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tentang pedangmu, engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu, engkau tetap memerlukannya untuk mengambil air bagi keluargamu juga bagi dirimu sendiri. Engkau tentunya memerlukannya untuk melakukan perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkanmu dengan mas kawin baju besi milikmu. Aku bahagia menerima barang itu darimu Ali. Engkau wajib bergembira sebab Allah lah sebenarnya yang Maha Tahu lebih dulu. Allah lah yang telah menikahkanmu di langit lebih dulu sebelum aku menikahkanmu di bumi.” (HR: Ummu Salamah).
Dan menikahlah Ali yang sudah berhasil memendam cintanya diiringi dengan memantaskan dirinya untuk wanita berhati suci Fatimah Az-zahra, dan saat itulah Fatimah bercerita bahwa sebenarnya ia juga mencintai Ali, ia menyimpan cintanya dalam doa. Menitipkan kepada sang pemilik cinta berharap dilabuhkan kepada orang yang terbaik yang ia dan Rabbnya cintai dan merekapun bersama memantaskan diri. Sehingga kisah cinta mereka begitu mulia disisi Allah Subhanahu wata’ala.