Wanita mulia ini membersamai kehidupan Rasulullah Saw sejak ia baru lahir hinga usia 6 tahun. Rasulullah Saw tumbuh dalam dekapan cinta dan kasih sayangnya, rasulullah besar karena menghisap nutrusi dari tubuhnya.
Dia adalah wanita yang Allah beri kemuliaan dengan menyusui Rasulullah Saw. Dia adalah Halimah As-Sa’diyah. Ia adalah seorang ibu mulia yang dari susunya nan diberkahi, jasad paling suci di seluruh dunia tumbuh berkembang, jasad Rasulullah Muhammad Saw.
Ibu yang teguh dan tenang ini sangat dihormati setiap muslim. Namanya terus bersinar diasah sejarah, tak luput dimakan waktu. Para umat Nabi Muhammad Saw terus mengingatnya, menelusuri lembaran kehidupannya dan mengikat makna dari jalan perjuangan yang ditempuhnya.
Mulia bagi Setiap Mukmin
Dari kedua susunya, si kecil nan bahagia, Muhammad bin Abdullah menetek. Dalam buaian dadanya nan penuh cinta, Muhammad kecil terlelap. Dalam pangkuannya nan penuh kasih saang, beliau berjalan. Dari kefasihannya dan kefasihan kaumnya Bani Sa’ad, beliau belajar bahasa.
Pada hari senin, tepatnya malam kedua di bulan Rabiul awal. Sumber lain ada yang menyebut malam kedelapan, malam kesepuluh, atau malam kedua belas. Dan yang terakhir ini dianut sebagian besar ahli sejarah, tepatnya pada tahun gajah. Tatkala tanda-tanda subuh muncul, Rasulullah Saw lahir.
Beliau lahir di rumah Abu Thalib, di perkampungan Bani Hasyim. Yang setelah itu disebut sebagai rumah Muhammad bin Yusuf, saudara Hajjaj bin Yusuf, yang saat ini berupa perpustakaan umum.
Diriwayatkan dari Hassan bin Tsabit, ia berkata, “Demi Allah, saat itu aku sudah kuat, berumur tujuh atau delapan tahun, aku sudah bisa memahami apa saja yang aku dengan. Aku mendengar seorang Yahudi berkumpul, mereka berkata kepadanya, ‘Kamu ini apa-apaan! Kamu kenapa ?! Ia berkata, ‘Tadi malam bintang kelahiran Ahmad sudah terbit’.” (HR. Baihaqi)
Penyusuan Rasulullah Saw
Diriwayatkan dari Abdullah bin ja’far bin Abu Thalib, atau dari seseorang yang bercerita darinya, ia berkata, “Halimah binti Abu Dzuaib As-Sa’diyah, ibu yang menyusui Rasulullah Saw bercerita. Bersama suami dan anak yang masih kecil yang masih ia susui, ia pergi meninggalkan kampung halaman untuk mencari bayi-bayi untuk ia susui. Bersama kami, ada sejumlah wanita dari Bani Sa’ad bin Abu Bakar.
Kepergian ini terjadi pada musim kemarau. Tanaman-tanaman mengering, hewan-hewan ternah mati, hingga tidak ada sedikit pun yang tersisa bagi kami. Ia menuturkan: ‘Aku pergi dengan menunggangi keledai betina putih dengan membawa serta unta yang sudah tua yang sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air susu barang setetes pun.
Setiap malamnya kami tidak bisa tidur bareng sesaat, karena tangisan anak kami yang kelaparan, lantaran air susuku tidak bisa mencukupi. Kantung susu unta kami pun tidak menghasilkan susu untuk anak kami. Namun kami berharap ada bantuan dan jalan keluar.
Tunggangan kami berjalan begitu lamban karena sangat kurus dan lemah, hingga rombongan pun sedikit gelisah karena kami. Perjalanan mereka terasa berat lantaran kami.
Saat tiba di Mekah dan mencari bayi – bayi untuk kami susui, suatu hal di luar dugaan terjadi. Setiap wanita dalam rombongan kami ditawari untuk menyusui Rasulullah Saw. Namun, mereka semua enggan menerimanya saat diberitahu ia anak yatim, kareena mereka mengharapkan kebaikan dari ayah si anak.
Mereka pun bergumam dalam hati, ‘Anak yatim. Apa yang bisa kami harapkan dari ibu bayi yang tidak punya ayah?’ Kami tidak bersedia menyusui Muhammad karena alasan itu.
Belum juga berlalu dua hari, setiap wanita rombongan kami sudah mendapatkan bayi untuk disusui. Namun aku belum dapat. Saat kami bertekad pulang ke kampung halaman, aku berkata kepada suamiku, ‘Demi Allah, aku tidak mau pulang dengan tangan hampa tanpa membawa bayi untuk kususui, karena semua temanku sudah mendapatkan bayi. Demi Allah, aku akan temui bayi yatim itu dan akan aku bawa.’
Suamiku berkata, ‘Tidak apa-apa. Ambil saja bayi itu, mudah-mudahan Allah memberikan berkah pada kita karenanya.’ Aku pun pergi menemui ibunya lalu aku bawa bayi itu. Demi Allah, aku bawa bayi ini karena memang tidak mendapatkan bayi lain.
Saat aku bawa bayi itu ke kendaraanku lalu aku letakkan dalam pangkuanku dan aku sodorkan puting susuku, ternyata air susuku sangat deras seperti yang Allah kehendaki untuknya. Padahal, sebelumnya kempes dan kosong. Si anak ini pun menetek hingga puas. Disusul saudaranya hingga pulas pula, kemudian keduanya pun terlelap. Aku dan suamiku tidur di dekat keduanya untuk tidur, setelah sebelumnya kami tidak bisa tidur nyenyak, lantaran anak kami rewel.
Setelah itu suamiku menoleh ke arah unta kami yang sudah tua dan kurus. Ternyata dua puting susu terisi penuh. Dengan kaget, suamiku mengampirinya, tidak percaya dengan apa yang dilihat kedua matanya, lalu memerah dan meminumnya. Setelah itu ia memerahkan untukku, lalu aku minum bersamanya hingga kami puas dan kenyang. Kami pun menghabiskan malam terindah.
Pada pagi harinya, suamiku berkata padaku, “Tahu tidak wahai Halimah, kau mendapatkan bayi penuh berkah ?!’
Perpisahan Muhammad Dengan Halimah
Akhirnya masa itu datang juga, sesuatu yang pada awalnya ditakuti oleh Halimah, berpisah dengan bayi yang telah banyak membawa berkah bagi keluarganya. Memang hatinya berat untuk berpisah tetapi di lain sisi ia juga khawatir kalau anak penuh berkah itu mendapatkan sesuatu yang buruk saat bersamanya.
Halimah lantas pulang dengan hati penuh kesedihan karena berpisah dengan yang tercinta, Muhammad. Air mata berderai membasahi pipinya. Yang mengalir dari mata bukan air. Tapi ruh yang mengalir lalu menetes
Dalam lubuk hati, ia merasa bahwa Allah Swt akan menyatukannya kembali dengan Rasulullah Saw suatu hari nanti, dan pasti akan melihatnya lagi. Dia yakin waktu itu akan datang.
Rasullullah Saw sangat mencintai ibu susuannya, ia menyayangi seperti menyayangi ibu kandungnya sendiri. Ia perlakukan ibunya susuannya dengan sebaik-baiknya. Begitu juga dengan istrinya Khadijah Ra juga sangat menghormati Halimah, ibu susuan Rasulullah.
Halimah As-Sa’diyah berumur panjang hingga melihat Rasulullah Saw sebagai seorang Rasul untuk seluruh umat manusia, dan guru bagi seluruh alam. Hatinya pun penuh bahagia dan gembira.
Suatu hari, Halimah Ra pergi menemui Rasulullah Saw ayunan langkah kakinya berpacu dengan angin. Begitu melihatnya, Rasulullah Saw lansung melepas surban dan membentangkannya untuk diduduki Halimah. Beliau memuliakan kedatangannya.
Sebagian shahabat yang tidak mengenali Halimah merasa heran. Di antara mereka bertanya pada orang-orang disekitarnya. ‘Siapa dia?’ Ibu susuan beliau,” kata mereka.
Seperti itulah kesetiaan Rasulullah Saw kepada ibu yang pernah menyusui beliau. Seperti itulah cinta beliau adanya. Seperti itulah penghargaan beliau untuk seorang ibu penuh kasih dan santun itu.
Berpuluh tahun sebelumnya, ketika Halimah merasakan kesedihan yang amat mendalam ketika berpisah dengan Rasulullah, ia berdo’a agar suatu saat nanti akan bertemu kembali dengan Rasulullah. Ia yakin kalau suatu saat nanti mereka akan bersua lagi. Alhamdulillah harapan itu pun menjadi kenyataan, Halimah dan Rasulullah Saw Allah pertemukan kembali.
Setelah melalui kehidupan panjang, Halimah As-Sa’diyah ra akhirnya tidur di atas ranjang kematian. Ia meninggal dunia di Madinah Al-Munawwarah dan dimakamkan di Baqi’.