Penulis: Dewy Nur Afiyah, Li Citeguh
Tahun baru seringkali memantik tren-tren anyar. Salah satu yang sedang viral di awal tahun 2025 ini adalah no buy challenge 2025. Dilihat dari artinya dalam Bahasa Indonesia, tren ini berarti “tantangan tidak membeli di 2025.”
Melansir dari tirto.id “tujuan tantangan ini adalah untuk mengurangi konsumsi berlebihan, menghemat uang, dan mempromosikan gaya hidup minimalis. No Buy Challenge 2025 mendorong individu untuk focus pada kebutuhan dasar dan lebih focus pada kebutuhan yang benar-benar penting.”
Tidak bisa dipungkiri berlimpahnya hasil produksi, mudahnya akses melihat dan memperoleh suatu barang di masa sekarang ini, membuat sebagian orang menjadi “lapar mata” tanpa mempertimbangkan sejauh mana tingkat kebutuhan akan barang tersebut. Ditambah dengan munculnya tren-tren kekinian baik di bidang fashion, gaya hidup, skin care, makanan, yang juga memicu konsumerisme. Ini semua seolah membuat kita hoarding ( penimbunan kompulsif (wikipedia)) di tiap aspek kehidupan.
Tingkat konsumsi yang berlebihan ini tentu membawa dampak negatif. Misalnya yang terjadi terhadap linkungan, diantaranya:
Peningkatan produksi sampah (tidak semua barang yang dibeli digunakan secara maksimal)
Penggunaan sumber daya alam berlebihan, sehingga terjadi penurunan kualitas dan kelangkaan sumber daya alam. (sumber daya bumi terbatas, perlu waktu yang tidak sebentar untuk mendaur ulangnya)
Pencemaran udara,air, dan tanah. Tren No Buy Challenge ini muncul sebagai ajakan untuk lebih bijak dalam membeli sesuatu. Sebagai bentuk konsukuensi dari konsumsi barang berlebihan di masa sebelumnya.
Sebagai umat muslim, semestinya tren seperti ini tidak sukar untuk kita adopsi. Kenapa? Karena cukup jelas telah tertera di dalam Al Quran surat Al Isra : 30 yang artinya “ Dan janganlah engkau jadikan tangan kanan engkau terbelenggu pada leher engkau karena kebakhilan, dan janganlah engkau mengulurkan terlampau jauh karena boros, supaya jangan nanti engkau duduk tercela dan menyesal.” Surat ini secara jelas menyatakan bahwa kita sebagai umat muslim dilarang berbuat boros. Ini adalah salah satu poin yang dilakukan dalam tren No Buy Challenge.
Sebagai bagian dari anggota jemaat ahmadiyah, tentu sudah tidak asing lagi dengan gerakan Tahrik Jadid, yang dicanangkan oleh khalifatul Masih yang kedua yaitu Hz. Mz Bashiruddin Mahmud Ahmad ra, pada 22 Novemnber 1934. Terdapat 27 tuntutan dalam program tahrik jadid. Salah satunya adalah hidup sederhana. Di dalam buku Pedoman Tahrik -e-Jadid dan Perjanjian Pengorbanan Lain (1994) disampaikan bahwa kesederhanaan meliputi pakaian, perhiasan, obat-obatan, tontonan, perkawinan, serta perkakas rumah. “Bilamana ia membuat pakaian, maka jumlahnya hanyalah separoh saja daripada jumlah yang ia biasa buat.” (hal. 2).
Tentunya batasan kesederhanaan masing-masing individu tidaklah sama, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Begitupun di dalam konsep No Buy Challenge ini, bukan berarti GAK BELI APA-APA, tapi menghindari pembelian yang tidak diperlukan lagi karena sudah memiliki cukup (@lyfewithless). Misalnya, ketika kita tertarik untuk membeli kerudung baru. Perlu dipikirkan terlebih dahulu apakah barang tersebut sudah ada?. Selama barang yang telah kita miliki, dapat memenuhi kebutuhan sebaiknya tidak perlu menambah lagi dengan barang yang baru.
Ada tahapan ketika memutuskan apakah kita perlu membeli suatu barang. Hal ini siapa sangka bisa membatu sukses mengikuti challenge ini.
Langkah-langkah ketika memutuskan untuk membeli barang (www.universalbpr.co.id)