Rabtah merupakan langkah awal dalam tabligh. Secara bahasa, rabtah berarti menjalin ikatan atau hubungan. Dalam konteks tabligh, rabtah menjadi sarana penting untuk memulai penyebaran ajaran secara efektif. Membangun hubungan melalui rabtah tidak hanya mempererat ikatan sosial, tetapi juga membuka peluang untuk mendapatkan teman dan mitra dalam pertablighan. Melalui rabtah, pribadi seorang Ahmadi menjadi cerminan yang dinilai oleh teman dan masyarakat sekitar. Rabtah dapat dilakukan baik secara individu maupun oleh tim, baik oleh daiyah maupun anggota Lajnah Imaillah non-daiyah.
Rabtah merupakan program yang dicanangkan oleh Hazrat Khalifatul Masih Al-Khamis, yang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati dan ketaatan. Dalam ketaatan terdapat keberkahan, sehingga setiap upaya dalam membangun hubungan sosial ini menjadi bagian dari pengabdian yang lebih besar.
Rabtah sebagai Solusi Pemulihan Sosial
Alhamdulillah, setelah insiden pengrusakan masjid, rumah misi, dan aset-aset Jemaat Sadasari pada tahun 2025, program rabtah menjadi salah satu solusi dalam membangun kembali interaksi dengan masyarakat sekitar. Seiring dengan proses rehabilitasi masjid yang telah berjalan, upaya untuk memperbaiki hubungan sosial pun dilakukan secara bertahap.
Beberapa kegiatan rabtah yang telah dilakukan antara lain:
1. Silaturahmi ke Posyandu
Setiap tiga bulan sekali, kunjungan dilakukan ke Posyandu terdekat di wilayah Blok dengan memberikan makanan ringan kepada anak-anak balita.
2. Partisipasi dalam Gotong Royong
Setiap kepala dusun (Kadus) mengadakan kerja bakti (wikara amal) di Tempat Pemakaman Umum (TPU) dan saluran air. Jemaat selalu turut serta dalam kegiatan ini sebagai bentuk kontribusi sosial.
3. Keterlibatan dalam Acara Adat dan Sosial
Sebagaimana adat di pedesaan, dalam acara pernikahan atau khitanan baik dari masyarakat Ahmadi maupun non-Ahmadi, anggota Jemaat turut serta membantu. Kehadiran dalam acara-acara ini membangun rasa kebersamaan dan perlahan mengubah pandangan masyarakat terhadap Ahmadiyah.
4. Kegiatan Tahunan “Clean the City”
Setiap tahun, Jemaat Sadasari tetap aktif dalam kegiatan membersihkan sarana umum setelah perayaan Tahun Baru. Kegiatan ini mendapatkan apresiasi dari Pemerintah Kabupaten Majalengka, terutama dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Kolaborasi dengan Fahmina Institute
Ketika insiden pengrusakan masjid terjadi pada tahun 2005, salah satu organisasi yang tertarik untuk memahami lebih jauh tentang Ahmadiyah adalah Fahmina Institute. Lembaga ini secara aktif melakukan dialog dengan mubaligh dan pengurus Jemaat. Sebagai lembaga yang peduli terhadap kelompok minoritas yang termarjinalkan, Fahmina Institute melihat persekusi yang dialami Jemaat Ahmadiyah sebagai bagian dari isu yang harus diperjuangkan.
Seiring waktu, kolaborasi dengan Fahmina Institute semakin erat, terutama setelah mereka membentuk kepengurusan di Kabupaten Majalengka. Dalam kurun waktu 2023-2024, Jemaat Sadasari telah menghadiri lima hingga tujuh event yang diselenggarakan oleh Fahmina Institute. Melalui event-event ini, interaksi dengan kelompok lain seperti Syiah, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), komunitas Kristen, dan organisasi pemuda lainnya semakin intens. Kegiatan-kegiatan ini menjadi wadah untuk menjalin komunikasi dan mengklarifikasi berbagai berita yang beredar tentang Ahmadiyah.
Kehadiran Fahmina Institute benar-benar memberikan ruang bagi Jemaat Ahmadiyah untuk menyampaikan informasi yang benar mengenai ajarannya. Lebih dari itu, interaksi ini juga menumbuhkan empati dan kepedulian dari berbagai pihak terhadap Jemaat. Hal ini membangkitkan semangat dan rasa percaya diri yang sebelumnya sempat tertekan akibat persekusi.
Ekspresi melalui Seni dan Budaya
Salah satu event penting yang dihadiri adalah “Deklarasi Perdamaian dan Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” yang diselenggarakan pada 22 Desember 2024 di Auditorium Universitas Majalengka. Dalam acara ini, setiap organisasi diberi kesempatan untuk menampilkan karya seni sebagai bentuk ekspresi.
Pada kesempatan tersebut, seorang anggota Lajnah Imaillah membacakan sebuah puisi yang mencerminkan perasaan dan pengalaman komunitas Ahmadiyah dalam menghadapi diskriminasi. Puisi berjudul Lebih dari Sekadar Merah Putih menggambarkan realitas ketidakadilan sosial dan harapan akan kebebasan serta perlindungan yang seharusnya diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.
Berikut kutipan puisi tersebut:
Lebih dari Sekadar Merah Putih
Merah putih berkibar, lambang perjuangan suci
Tak sekadar kain, tapi jiwa dan hati
Kemerdekaan diraih, harga tak ternilai
Darah tumpah, air mata mengalir
Dari generasi ke generasi
Semangat terus menyala
Menjaga persatuan, merawat keharmonisan
Indonesia… Tanah air beta
Negeri sejuta mimpi penuh warna
Indonesia akan tetap jaya selamanya
Namun, dua puluh tahun terakhir ini
Akankah merah putih hanya jadi lambang?
Tak berjiwa, tak berhati
Di depan mata kulihat sendiri
Persekusi saudara sendiri
Hanya karena berbeda persepsi