Oleh: Tiara Raysha Naurin Damanik
Juara Tiga Lomba Menulis Esai LI Mataram
Dalam setiap napas negara ini, ada bisikan yang lembut, seringkali tidak pernah terdengar dengan bobot sejarah yang besar yaitu suara wanita. Dia bukan hanya suara dalam seruan keras untuk kebebasan, tetapi detak jantung yang melindungi kesejahteraan bangsa. Kemerdekaan, bagi banyak orang, adalah bendera yang berkibar, lagu kebangsaan yang bergema, atau pidato para pemimpin yang lantang. Namun bagi perempuan, kemerdekaan punya bentuk lain yaitu hak untuk didengar, ruang untuk berkarya, dan kesempatan untuk menentukan arah hidup. Bagi mereka, kemerdekaan bukan hanya sejarah, tetapi napas yang harus terus dijaga agar tak sesak oleh diskriminasi dan ketidakadilan. Dulu, banyak perempuan yang harus menyimpan kata-kata mereka dalam diam. Kini, suara itu semakin berani keluar melalui tulisan, karya, dan tindakan nyata.
Suara perempuan bukan hanya tambahan, tetapi bagian penting yang menggerakkan perubahan bangsa. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah saat setiap anak perempuan bisa bersekolah tanpa hambatan, saat para ibu bisa berkarya dan dihargai, dan saat perempuan di semua tempat dipandang setara dengan laki-laki. Jika suara perempuan tidak diberi ruang, kemerdekaan bangsa ini belumlah utuh. Ibarat napas, bangsa hanya bernapas setengah, dan dengan setengah napas kita tidak bisa berlari jauh. Sekarang, tantangannya bukan hanya tentang mengusir penjajah asing, tetapi juga tentang membebaskan diri dari bentuk kontrol yang lebih halus seperti stereotip, kekerasan berbasis gender, dan peluang yang tidak adil untuk semua orang. Bukan tentang bertarung dengan senjata atau apa pun, melainkan dengan keberanian, ilmu, dan kebersamaan. Saat perempuan bersuara bersama, mereka bisa menjadi kekuatan besar yang tak dapat diabaikan. Kemerdekaan akan terasa penuh ketika perempuan dapat berkata dengan yakin: “Aku ada, aku bebas, dan aku berhak didengar.” Tanpa rasa takut. Di sana, di titik itu, napas kemerdekaan akan mengalir penuh membawa bangsa ini pada langit yang lebih luas, di mana suara perempuan bukan hanya bagian dari cerita, melainkan inti dari keberadaannya.