Lebih jelasnya, Huzur (aba) meriwayatkan kisah seorang pria yang telah menabung sepanjang hidupnya untuk menunaikan haji. Lalu, ia mendapati tetangganya sedang memasak daging keledai mati karena kelaparan. Tetangga itu menjelaskan bahwa daging itu halal baginya karena keadaannya yang sangat mendesak, tetapi tidak halal bagi orang yang memiliki makanan. Karena terharu, pria itu memberikan semua tabungan hajinya kepada tetangga itu untuk membeli makanan yang suci (tayyib). Kemudian, terungkaplah kepada seorang suci bahwa satu-satunya haji yang diterima disisi Allah tahun itu adalah haji orang yang tetap tinggal di rumah dan membantu tetangganya yang membutuhkan.
Menjadi Panutan Sejati dalam Masyarakat yang Majemuk
Sebuah pertanyaan diajukan tentang bagaimana wanita Ahmadi di Norwegia dapat mempertahankan identitas mereka dan menjadi panutan di dalam masyarakat yang beragam dalam hal keyakinan. Huzur (aba) menasihatkan agar pendekatan yang diambil tidaklah menciptakan persaingan antar agama, karena hal ini hanya akan memicu kecemburuan. Sebaliknya, anggota Lajnah hendaknya menyelenggarakan seminar dan memaparkan ajaran Islam dengan berbagai topik kontemporer, seperti hak-hak perempuan, ekonomi, sains, dan sebagainya.
Sesuatu yang patut diteladani adalah sebagaimana Hazrat Masih Mau’ud (as), Beliau menulis risalah untuk Konferensi Agama-agama Besar, yang kemudian diterbitkan dalam buku Filsafat Ajaran Islam. Dalam konferensi tersebut, risalah Beliau (as) mendapat penilaian terbaik. Oleh karenanya, tanggungjawab kita adalah memaparkan ajaran Islam dan biarkan orang menilainya sendiri. Namun, aspek terpenting adalah menjadi teladan sejati.
Huzur (aba) memperingatkan kita terhadap kemunafikan, seperti menasihati orang lain tentang pardah, sementara diri sendiri tidak melakukannya. Kejujuran, kepercayaan, dan mengamalkan apa yang disampaikan sangatlah penting. Untuk menjadi berbeda, seseorang harus melakukan jihad besar atau berjuang reformasi diri.
Huzur (aba) juga berpesan agar mereka menyebarkan cuplikan pendek khotbah-khotbah Beliau kepada para anggota Lajnah setiap minggu untuk penguatan tarbiyat dan akhlak mereka.
Tantangan Penerjemahan dan Pentingnya Mempertahankan Kesan Asli
Seorang anggota Lajnah memperhatikan bahwa ketika literatur Jemaat diterjemahkan ke dalam bahasa lain, kesan dan kedalaman spiritualnya terkadang hilang. Ia bertanya bagaimana dua hal tersebut dapat dipertahankan dengan lebih baik. Huzur (aba) menjelaskan bahwa terjemahan yang sempurna itu mustahil. Bahkan untuk Al-Qur’an sekalipun disebabkan luasnya bahasa Arab. Hal yang sama berlaku untuk buku-buku Urdu yang otentik karya Hazrat Masih Mau’ud (as). Oleh karena itu, Huzur (aba) sangat menyarankan agar mereka yang mampu, terutama mereka yang keturunan Pakistan, hendaknya berupaya keras untuk mempelajari bahasa Urdu agar mereka dapat membaca khazanah ini dalam bahasa asli mereka.
Beliau (aba) memberikan contoh inspiratif tentang seorang mualaf Inggris, seorang pengacara, yang mewaqafkan hidupnya dan mempelajari bahasa Urdu dengan dedikasi yang begitu tinggi sehingga ia sekarang dapat berbicara lebih baik daripada beberapa penutur asli. Hal ini ditujukan agar ia dapat memahami pesan yang sebenarnya. Bagi mereka yang tidak dapat mempelajari bahasa aslinya, nasihat Huzur (aba) adalah agar tidak membaca dengan tergesa-gesa. Mereka hendaknya membaca dengan renungan yang mendalam dan berdoa kepada Allah Ta’ala agar ilmu yang mereka peroleh dapat menyentuh hati mereka dan menganugerahkan mereka pemahaman yang benar.

