Masa muda, emosi menjadi sangat kuat. Masa ini menjadi salah satu pengalaman yang paling berkesan dimana munculnya rasa ketertarikan dan suka yang mendalam antar anak muda.
Namun, dunia dimana hubungan diartikan sebagai hal penting dalam kebahagian dan identitas diri seseorang, sebuah pertanyaan muncul, bagaimana cara anak muda merasakan jatuh cinta namun kekuatan iman dan kesejahteraan mental mereka tetap terjaga?
Islam memberikan solusi yang jelas dan berimbang atas pertanyaan ini, yaitu dengan membantu mereka agar dapat mengendalikan emosi-emosi ini namun tetap menghargai dan menjaga mereka tetap berjalan sesuai dengan petunjuk ilahi serta melindungi kesehatan mental mereka.
Pandangan Islam tentang Rasa Suka dan Ketertarikan
Islam mengenal kecenderungan manusia kepada persahabatan dan kasih sayang. Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Quran,
“Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diinginkan yaitu: perempuan-perempuan, anak-anak, kekayaan yang berlimpah berupa emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Yang demikian itu adalah perlengkapan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (Q.S. Ali ‘Imran:15).
Ayat ini menjelaskan bahwa rasa suka adalah sesuatu yang alami. Namun, ada hal penting lainnya yang harus diperhatikan. Meskipun bersifat alamiah, perasaan tersebut harus dikendalikan dengan kedisiplinan dan kesesuaian dengan petunjuk ilahi.
Nabi Muhammad (saw) menekankan bahwa saat seseorang mengalami emosi semacam itu, maka penting baginya untuk mengendalikan diri demi melindungi akhlak dan imannya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah (saw) bersabda, “Apabila seorang hamba menikah, maka sungguh dia telah menyempurnakan separuh dari agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh yang lainnya (yang tersisa).” (Mishkat al-Masabih, Kitab an-nikah, Hadits 3096)
Hadits ini menekankan pentingnya meneguhkan perasaan-perasaan ini dalam konteks ikatan resmi. Dalam Islam, idealnya yaitu melalui pernikahan yang merupakan wadah suci untuk ikatan yang intim dan emosional.
Pentingnya Rasa Tanggung Jawab dan Pengendalian Diri
Meskipun ketertarikan dan rasa suka itu alamiah, Islam mengajarkan bahwa hal semacam itu harus diekspresikan dengan kedewasaan dan tanggung jawab. Rasulullah (saw) menasihatkan, “Tidak ada yang menyamai pernikahan bagi dua orang yang saling mencintai.” (Sunan Ibn Majah, Kitab an-nikah, Hadits 1847)
Petunjuk ini memberikan keterangan yang jelas bahwa ikatan emosional dan komitmen apabila dipadukan maka akan menjadi lebih bermanfaat. Anak muda harus memahami bahwa jatuh cinta harus disertai dengan tujuan jangka panjang yaitu membangun ikatan dengan menumbuhkan nilai saling menghargai, peduli, dan tanggungjawab.
Hazrat Masih Mau’ud (as) memberi pemahaman bahwa ada dua sifat dasar cinta dimana keduanya dapat mendorong ikatan lebih dalam kepada Allah Ta’ala. Beliau (as) bersabda, “Insan (manusia) berasal dari kata unsan, yaitu seseorang yang memiliki dua bentuk cinta (uns); pertama cinta kepada Allah dan kedua cinta kepada manusia. Terkait dengan cinta kepada manusia, mereka saling membutuhkan, mengenal, dan saling mempengaruhi. Oleh karenanya, berteman dengan pribadi yang teladan dan jujur adalah suatu hal yang dapat mendekatkan diri pada Tuhan dan menyelamatkan dari dosa.” (Malfuzat [English], 2024, Vol. 6, p. 59)
Intinya, sabda Hazrat Masih Mau’ud (as) ini menekankan pada pentingnya untuk tidak mengabaikan suatu cinta karena hal lain. Jika seseorang mencintai dan mengkondisikan diri agar dikelilingi lingkungan yang baik, maka cintanya kepada Tuhan akan meningkat.
Dampak Emosional dan Psikologi pada Anak Muda
Meskipun cinta itu indah, namun bisa juga menjadi sumber kesengsaraan apabila tidak ditangani dengan bijaksana.
Penelitian menunjukkan bahwa anak muda, khususnya di awal masa dewasa, hubungan percintaan secara signifikan dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Patah hati, bingung, dan kekacauan emosi dapat menyebabkan rasa cemas, depresi, dan penghargaan diri yang rendah. Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Adolescence menemukan bahwa cinta yang tak terbalas dapat menimbulkan gangguan emosi, sering kali berdampak pada kesehatan mental jauh setelah perasaan tersebut terlewati.
Ditambah dengan adanya media sosial, mereka selalu terpapar gambaran kesempurnaan suatu hubungan yang akan menciptakan ekspektasi yang tidak realistis. Tekanan untuk selalu sesuai dengan ekspektasi dapat memperbesar rasa ketidakmampuan ataupun kesepian.
Tantangannya adalah bukan hanya sekedar melewati emosi-emosi tersebut tapi juga bagaimana agar kesehatan dan kesejahteraan mental dapat terlindungi.
Belajar dari Para Nabi: Teladan dalam Kemuliaan
Al-Quran telah menyampaikan banyak teladan tentang bagaimana para nabi menampilkan akhlak luhur ketika berhadapan dengan emosi manusia. Salah satu contohnya yaitu nabi Musa (as), kisah Beliau (as) menunjukkan pentingnya menghargai emosi seseorang sembari menanamkan nilai-nilai ilahiah.
Setelah berhasil melarikan diri dari Mesir, nabi Musa (as) tiba di sebuah sumur di daerah Midian, disana Beliau (as) melihat dua orang wanita sedang kesulitan menimba air karena saking ramainya. Beliau (as) kemudian membantu mereka tanpa meminta balasan apapun. Di kemudian hari, salah satu wanita tersebut meminta kepada ayahnya untuk dapat dinikahkan dengan nabi Musa (as).
Di samping itu, Al-Quran menuliskan kesan wanita itu terhadap nabi Musa (as),“Wahai ayahku! Jadikanlah ia pekerja, sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau jadikan pekerja ialah orang yang kuat dan terpercaya.”(Q.S. Al-Qasas:27)
Kisah ini menekankan elemen penting tentang kemuliaan, kepercayaan dan tanggungjawab dalam sebuah hubungan. Nabi Musa (as) memberi contoh tentang bagaimana pengendalian emosi dan fokus pada tugasnya, yang pada akhirnya berlanjut pada hubungan yang suci dan penuh makna.
Langkah Praktis untuk Anak Muda dalam Mencari Pasangan
- Jaga hati, Al-Quran menasihatkan orang mukmin agar menjaga hati mereka dari godaan duniawi dengan cara mengarahkan para pria mukmin untuk “menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya” karena “yang demikian itu lebih suci bagi mereka.” (Surah An-Nur:31). Berlatih dalam mengendalikan diri dan memusatkan perhatian pada Allah Ta’ala dapat membantu agar tetap pada jalurnya dan melindungi hati mereka dari emosi yang tidak stabil.
- Mencari petunjuk ilahi, bagi yang sedang kesulitan dalam menyelesaikan masalah percintaan, shalat istikharah adalah solusi jitu. Melalui shalat istikharah, petunjuk Allah Ta’ala dapat diraih dan dipastikan keputusan dapat sejalan dengan kehendak-Nya.
- Memilih atas dasar akhlak dan keshalihan, Rasulullah (saw) mengajarkan bahwa menikah harus didasarkan pada keshalihan dan akhlak, bukan atas ketertarikan fisik atau kualitas dangkal semata. Beliau (saw) bersabda, “Wanita dinikahi karena 4 hal, hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Nikahilah karena agamanya, jika tidak, maka engkau akan merugi.” (Sahih al-Bukhari, Kitab an-nikah, Hadith 5090)
- Libatkan keluarga, dalam Islam keterbukaan dalam hubungan adalah hal penting. Dengan melibatkan keluarga di masa awal, hal itu menjadi jaminan bahwa ketertarikan tersebut dimaknai untuk konteks jangka panjang dan memungkinkan untuk dikembangkan dengan cara yang tepat dan bertanggungjawab.
- Percaya akan rencana Allah Ta’ala, Al-Quran mengingatkan kita bahwa Allah Ta’ala Maha Mengetahui yang terbaik untuk kita, “… dan boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu, dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui (Q.S. Al-Baqarah:217). Jika suatu hubungan tidak berhasil, maka penting untuk selalu percaya akan kehendak-Nya, memahami bahwa Allah Ta’ala telah merencanakan hal yang lebih baik untuk kita. Selain itu, penting untuk diingat bahwa Rasulullah (saw) bersabda, “Allah tidak menciptakan yang halal lebih keji baginya daripada perceraian.” (Sunan Abi Dawud, Kitab al-talaq, Hadits 2177)
Kesimpulan
Anak muda di masa ini menghadapi kerumitan saat bersinggungan dengan masalah percintaan. Meskipun jatuh cinta dan ketertarikan bersifat alamiah, Islam memberikan batasan yang jelas dalam mengendalikan rasa tersebut dengan penuh tanggungjawab dan sejalan dengan petunjuk ilahiah. Dengan menjamin emosi tersebut diekspresikan dengan kemuliaan, kedewasaan dan nilai-nilai yang benar, maka anak muda dapat membangun hubungan yang utuh, aman dan kondusif untuk kesejahteraan mental dan spiritual mereka.
Bersamaan dengan itu, Islam melindungi kesehatan emosial anak muda dengan cara menjaga hati, memohon petunjuk Allah Ta’ala dan mengutamakan akhlak di atas kualitas luaran belaka.
Melalui cara ini, anak muda dapat melewati tantangan dalam hubungan dengan tetap menjaga kemuliaan, kesehatan mental dan keimanan mereka. Semoga Allah Ta’ala membimbing mereka semua agar dapat menjalin hubungan penuh makna yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah Ta’ala. Aamiin
Sumber: Heart and faith: Islam’s guiding light for the youth’s affection and well-being, oleh Tashif Mahmood Ghumman, https://www.alhakam.org/heart-faith-islam-youth-affection-well-being/


