Pada Jalsah Salanah UK 26 Juli 2025 dalam sesi Lajnah, Huzur (aba) menyampaikan pidato berkenaan dengan perbaikan diri dengan nilai-nilai Islami dalam lingkup rumah tangga. Rangkumannya akan disampaikan sebagai berikut.
Di dalam Islam, wanita mendapat kedudukan yang sangat mulia, martabatnya begitu dijunjung tinggi dan setiap haknya sangat diperhatikan agar terpenuhi terutama dalam berlaku baik kepada mereka.
Hal ini tentunya harus terlaksana di dalam lingkup paling sederhana yaitu rumah tangga. Semua pihak, baik suami ataupun istri harus senantisa menghayati dan memenuhi hak dan tanggung jawabnya sebagai seorang Muslim sejati serta melakukan perbaikan diri. Hubungan suci harus senantiasa dihiasi keindahan nilai-nilai Islami, salah satunya berlemah lembut kepada pasangan.
خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya. (HR. Tirmidzi)
Huzur (aba) menekankan agar suami berlaku lemah lembut kepada istrinya. Hubungan suami dan istri hendaknya seperti dua sahabat sejati, bukan layaknya pelayan. Apabila diantaranya ada yang melakukan suatu kekeliruan maka jalan menasihati harus paling diutamakan. Suami juga hendaknya senantiasa membangun kesadaran pada istrinya agar tidak menyenangi hal-hal yang bertentangan dengan nilai ajaran Islam. Dan yang paling utama adalah saling mendoakan. Demikian pula dengan wanita, mereka pun hendaknya ingat bahwa jika dari pihak suami terdapat kekejaman, maka carilah tempat terbaik, misalnya nizam jemaat, guna memperoleh solusi terbaik. Huzur (aba) menegaskan agar mereka tidak terpancing dengan pandangan-pandangan yang tidak mendasar dari luar.
Huzur (aba) menggarisbawahi berkenaan dengan menasihati, nasihat yang diberikan juga berlaku bagi pemberi nasihat. Artinya, perbaikan diri menjadi tanggung jawab semua pihak. Suami harus mengadakan perubahan yang suci yaitu dengan memperhatikan hak-hak lingkungannya dan menjadi pelindung bagi keluarganya. Wanita juga harus mengadakan islah terhadap diri sendiri sebab selain hak dan tanggung jawabnya kepada suami, ia juga menjadi tonggak kemajuan jemaat dan bangsa. Pada tangannya terdapat tanggung jawab mengislah keturunan mereka agar menjadi pribadi yang memenuhi hak Allah Ta’ala.
Huzur (aba) menegaskan jika suami tidak memiliki hubungan baik dengan istrinya, bagaimana mungkin ia memiliki hubungan yang baik dengan Allah taala, begitupun sebaliknya.
Huzur (aba) juga menasihatkan agar wanita bersabar dan tabah atas keadaannya. Dalam hal ini agar wanita senantiasa bersyukur atas kecukupan yang telah diusahakan oleh suaminya.
Terkait dengan poligami, Islam menegakkan hak hak wanita, tidak ada tandingannya daripada agama-agama lain. Namun sangat disayangkan bahwa terjadi kesalahpahaman atas aturan yang membolehkan menikah lebih dari satu kali. Faktanya, itu dapat dilakukan di bawah persyaratan-persyaratan yang sangat berat, salah satunya berlaku adil. Adil disini bukan hanya perkara materil tetapi juga immateril. Padahal jika diperhatikan lebih mendalam, pernikahan itu memiliki tanggung jawab yang sangat besar, sehingga ada yang beranggapan bahwa lebih baik tidak menikah saja karena saking beratnya tanggung jawab yang harus diemban. Pernikahan seperti itu pun tidak boleh dilakukan atas dasar hawa nafsu. Selain itu, Huzur (aba) menyampaikan bahwa Hazrat Masih Mau’ud (as) bersabda, suami harus betul-betul memperhatikan perasaan istrinya. Apabila dengan menikahi wanita lain berpotensi menyakiti hati istrinya, maka jalan terbaik adalah tidak melakukannya demi melindungi perasaan istrinya.