Makassar, 18 Agustus 2025 – Dalam semangat menguatkan kesadaran ekologis berbasis spiritualitas, GUSDURIAN Makassar bersama Lajnah Imaillah Jemaat Ahmadiyah Makassar menginisiasi Kajian Tauhid (Teologi) dan Ekologi. Kegiatan ini berlangsung di Peace Centre, lantai 3 Masjid An-Nushrat, mulai pukul 09.30 hingga 11.40 WITA dan diikuti oleh 27 peserta yang terdiri dari 17 orang Lajnah Imaillah, 5 orang Khuddam, dan 5 orang Anshar.
Acara dipandu oleh Ainun Jamilah, Inisiator Gerakan Majelis Taklim Hijau sekaligus penggerak GUSDURIAN Makassar. Rangkaian kegiatan dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan doa bersama yang dipimpin oleh Mln. Herdy, Mubaligh Daerah Barru. Suasana terasa khidmat namun penuh kehangatan, menandai awal kajian yang mencoba menyatukan nilai spiritual dengan kepedulian lingkungan.
Materi pertama disampaikan oleh Prof. Dr. Hj. Nur Hidayah, S. Kep., Ns., M.Kes., Founder Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Cerdas (YPMIC), dengan tema, “Kajian Tauhid (Teologi) dan Ekologi”. Dalam paparannya, Prof. Nur Hidayah menekankan bahwa perilaku sederhana sehari-hari seperti menghemat listrik, menggunakan air secukupnya, serta tidak berlebihan dalam berbelanja, sejatinya bukan hanya tindakan etis semata, melainkan juga bentuk ibadah yang mencerminkan rasa syukur atas nikmat Tuhan.
Ia menjelaskan bahwa, kesadaran ekologis perlu dibangun dengan fondasi spiritual sehingga kepedulian terhadap lingkungan lahir dari keimanan, bukan sekadar trend sesaat. Dari sanalah, ia menambahkan bahwa perilaku sederhana bisa dipraktikkan seperti memilah sampah rumah tangga dan memanfaatkan limbah organik untuk membuat eco-enzyme. Lebih dalam, ia pun mengajak peserta untuk membayangkan lahirnya komunitas-komunitas hijau yang tidak hanya berdaya secara ekologis, tetapi juga religius, sehingga gerakan kecil yang lahir dari ruang kajian ini dapat menginspirasi dan direplikasi di tempat lain.

Sesi berikutnya diisi oleh Tjing Ming Nell, SE., MM. (Ce’ Nelly), Ketua International Nature Loving Association (INLA) Sulawesi Selatan, dengan materi berjudul, “Aplikasi Eco-Enzyme”. Ce’ Nelly dengan gaya komunikatif menjelaskan seluk-beluk eco-enzyme, yakni cairan hasil fermentasi limbah organik yang multifungsi dalam kehidupan sehari-hari. Ia menguraikan bahwa eco-enzyme dapat dipakai sebagai cairan pembersih ramah lingkungan, campuran pupuk organik yang menyuburkan tanaman, hingga pengobatan luar untuk luka seperti diabetes, melepuh, maupun bisul.
Penjelasan ini membuat peserta semakin tertarik karena eco-enzyme bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga menawarkan solusi praktis yang ekonomis dan mudah dilakukan di rumah. Setelah menyampaikan teorinya, Ce’ Nelly mengajak para Lajnah Imaillah untuk langsung mempraktikkan pembuatan eco-enzyme. Suasana menjadi lebih interaktif ketika peserta turut mencampurkan bahan-bahan sederhana seperti limbah buah, gula merah, dan air, lalu belajar proses fermentasi yang akan menghasilkan cairan serbaguna tersebut.
Kegiatan kajian ini tidak hanya menghadirkan refleksi mendalam tentang bagaimana tauhid terhubung dengan kepedulian lingkungan, tetapi juga memberikan pengalaman nyata bagi peserta untuk mengambil peran aktif dalam menjaga bumi. Melalui spiritualitas yang membumi, harapannya gerakan kecil seperti pemilahan sampah dan pembuatan eco-enzyme dapat berkembang menjadi praktik kolektif yang berdaya, religius, dan berkelanjutan, sehingga meninggalkan jejak kebaikan yang dapat diwariskan ke generasi berikutnya.
Kontributor: Rhaska Fortuna