Menindaklanjuti pertemuan serupa sebulan yang lalu, PAGUNEMAN 2.3 adalah kegiatan yang mempertemukan para pemuka agama dari berbagai lintas iman untuk toleransi dan keberagaman. Kegiatan ini dipromotori oleh komunitas Jakatarub dan PSPP Nawangwulan.
Pada tanggal 24 Juni 2023 bertempat di Gedung Keuskupan Bumi Silih Asih Bandung, Lajnah Imaillah Bandung Kulon hadir bersama Pengurus Daerah LI Jabar 05 untuk berdiskusi dengan tajuk “Menyusun Rencana Aksi Mengawal Pemilu yang Damai Tanpa Politik Identitas.” Bersama Lajnah Imaillah, hadir pula organisasi keagamaan lain di antaranya Fatayat NU, MAKIN Konghucu, Gereja Kristen Pasundan, PGPK Bandung, GKI Klasis, Peradah Hindu, Wanita Hindu Dharma, Baha’i, FKUB, dan anggota muda Penghayat.
Pembicara pertama, Malik Ibrahim yang merupakan Kepala Bagian Pengawasan Bawaslu Jawa Barat, menyampaikan materi keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu partisipatif. Sebagai warga negara yang baik, tiap individu diharapkan untuk berpartisipasi secara aktif dalam sistem masyarakat yang ditandai apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan pada Pemerintah yang tinggi.
Partisipasi masyarakat pada level yang lebih tinggi yakni lebih dari sekadar menggunakan hak pilih, namun ketika mereka mau terlibat dalam proses pendidikan pemilih atau bahkan melakukan pemantauan guna memastikan Pemilu berlangsung secara jujur, adil, dan transparan.
Setelahnya, diadakan sesi tanya jawab dan dengar pendapat tentang kendala dan kasus di lapangan. Ibu Hanah dari Fatayat NU merefleksikan kasus ibu-ibu di Karawang yang menyebarkan ujaran kebencian door to door untuk mendukung salah satu paslon kala Pemilu Presiden 2019. Banyak kaum perempuan yang mudah percaya pada berita dengan muatan disinformasi. Selain itu, jumlah pemilih perempuan cukup besar namun tingkat partisipasinya masih rendah.
Koh Akyun dari MAKIN juga mengingatkan pentingnya menjaring pemilih pemula, tidak hanya dari generasi muda tak lupa pula dari ‘generasi kolonial’, ujarnya memberi istilah baru bagi para pemilih usia pensiunan. Selain itu, sosialisasi tentang partisipasi politik ini harus digalakkan hingga ke ranah akar rumput, menjangkau tingkat RT/RW, bukan hanya temu kalangan elit yang sudah barang tentu paham.
“Seringkali masyarakat kelas ekonomi bawah tidak tersentuh dengan pendidikan politik, dimana dengan karakteristik mereka yang rendah literasi bahkan di desa-desa masih ada yang gagap baca-tulis. Proporsi masyarakat kalangan ini cukup banyak dalam data pemilih. Tentu ini menjadi rentan sebagai target money politic,” ujar Nita dari WHDI.
Dari banyaknya paparan para pemuka agama, dirumuskan ada 5 golongan masyarakat yang perlu perhatian khusus agar keterwakilannya dalam Pemilu ke dapan bisa meningkat, yaitu: pemilih perempuan, masyarakat ekonomi lemah, kaum rendah literasi, partisipan pemula lintas generasi, dan para penyandang disabilitas.
Tuan Malik juga mengajak peserta yang hadir untuk mengirimkan wakil pemuda-pemudinya untuk mendaftarkan diri di Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP) Bawaslu untuk menambah pengetahuan dan keterampilan kepemiluan, dimana penerimaan bagi pendaftar dari organisasi keagamaan juga perempuan akan sangat diutamakan.