Official Website Organisasi Perempuan Muslim Ahmadiyah

Khadijah binti Khuwailid ra – Pemimpin Kaum Wanita Seluruh Alam

Khadijah

“Jika segala kenikmatan hidup diserahkan kepadaku, dunia dan kekuasaan para raja Persia dan Romawi diberikan kepadaku, tetapi aku tidak hidup bersamamu (Muhammad), maka semua itu bagiku tak lebih berharga daripada sebelah sayap seekor nyamuk.” (Khadijah binti Khuwailid ra)

Jika ingin mendengar kisah kesetiaan pendamping pasangan Rasulullah saw, maka Khadijah binti Khuwailid ra adalah contoh pasangan terbaik. Beliau merupakan isteri pertama Nabi Muhammad, juga perempuan pertama yang mengakui kenabian Rasulullah saw.

Khadijah bukanlah seorang perempuan yang hanya berpangku tangan. Kerja keras telah membuatnya menjadi seorang saudagar yang berlimpah harta benda. Namun, beliau juga merelakan harta bendanya digunakan untuk mendukung sang kekasih, berjihad di jalan Allah swt.

Khadijah al-Kubra, anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za’idah, berasal dari kabilah Bani Asad dari suku Quraisy. Ia merupakan wanita as-Sabiqun al-Awwalun. Beliau berasal dari golongan pembesar Mekkah, perempuan terkaya di suku Quraisy.

Hidup di tengah harta berlimpah tetap membuat Hadhrat Khadijah merasa sepi karena tidak memiliki suami. Suami pertama Hadhrat Khadijah ra adalah Abu Halah at-Tamimi, sedang suami keduanya adalah Atiq bin Aidz bin Makhzum. Keduanya telah wafat dengan meninggalkan kekayaan serta perniagaan yang berkembang luas.

Pernikahan dengan Rasulullah

Hadhrat Khadijah ra menikah dengan Rasulullah saw, diriwayatkan pada usia 40 tahun. Kala itu baginda Nabi Muhammad saw masih berusia 25 tahun. Yang menarik dari pernikahan ini adalah Khadijah lah yang lebih dahulu mengajukan permohonan untuk meminang Beliau saw.

Hadhrat Khadijah ra adalah seorang pedagang yang cerdas. Ia bisa mengelola usahanya dengan sangat baik, sehingga mendatangkan keuntungan dan mengupah orang. Termasuk saat itu baginda Muhammad saw, yang terdengar tentang kejujuran dan kemuliaan akhlaknya.

“Tadi malam aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari berputar-putar di atas kota Mekkah, lalu turun ke arah bumi. Ia semakin mendekat dan semakin mendekat. Aku terus memperhatikannya untuk melihat kemana ia turun. Ternyata ia turun dan memasuki rumahku. Cahayanya yang sangat agung itu membuatku tertegun. Lalu aku terbangun dari tidurku.” Kata Hadhrat Khadijah suatu saat kepada saudaranya, Waraqah bin Naufal.

Kemudian Waraqah mengatakan, “Aku sampaikan berita gembira kepadamu, bahwa seorang lelaki agung dan mulia akan datang meminangmu. Ia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat.”

Kecintaan Hadhrat Khadijah kepada Rasulullah saw terpantik karena kejujuran serta sikap baik yang diperlihatkan dan didengar dari banyak orang. Selain itu, setiap perniagaan yang diamanahkan selalu mendatangkan keuntungan yang berlipat. Hal itu karena mira dagang sangat percaya dengan amanah beliau.

Khadijah binti Khuwailid berada pada maqom as-Sabiqun al-Awalun, yaitu maqom awalin pemeluk Islam. Meskipun kekayaan yang dimilikinya lebih berlimpah, tapi tidak mengurangi pengkhidmatan kepada suaminya, sang kekasih Allah.

Setiap kali suaminya ke Gua Hira’, Khadijah pasti menyiapkan semua perbekalan dan keperluan suaminya. Seandainya suaminya agak lama tidak pulang ke rumah, Khadijah akan melihat untuk memastikan keselamatan suaminya. Sekiranya Nabi Muhammad khusyuk bermunajat, Khadijah tinggal di rumah dengan sabar sampai Beliau pulang.

Tahun Duka Cita

Sang Ummul Mukminin, Khadijah binti Khuwailid ra wafat pada bulan Ramadhan, tahun kesepuluh masa kenabian. Allah mengkaruniakannya 6 orang anak, mereka adalah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum dan Fatimah.

Rasulullah saw bersabda, “Dia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku. Dia menyokongku dengan hartanya ketika orang-orang memboikotku. Dan Allah mengaruniakan anak bagiku dari (rahim)-nya. Padahal dengan (istri-istriku) yang lain, aku tak mendapatkannya.”(HR. Ahmad)

Wafatnya Khadijah Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah. Orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah.

Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit. Abu Thalib meninggal pada tahun yang sama dengan wafatnya Hadhrat Khadijah ra.

Rasulullah saw sendiri yang mengurus jenazah istrinya dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah:

“Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”

LI Indonesia Update