Nasab beliau adalah Maimunah binti Al-Harits bin Hazn bin Bujair bin Al-Hazim bin Ruwaibah bin ‘Abdullah ibnu Hilal bin ‘Amir bin Sha’sha’ah bin Mu’awiyah bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin ‘Ikrimah bin Hafsh bin Qais bin ‘Ailan bin Mudhar Al-Hilaliyah.
Nama aslinya adalah Barrah, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya nama Maimunah. Nama ibu dari Maimunah adalah Hindun binti ‘Auf bin Zuhair bin Al-Harits bin Hamathah bin Jurasy (Ibnu Juraisy).
Maimunah adalah bibi (khalah) dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas ra dan juga bibi dari Khalid bin Al-Walid. Ibu dari Khalid bin Al-Walid.
Maimunah sudah menjanda dua kali. Suami pertamanya adalah Mas’ud bin ‘Amr Ats-Tsaqafi. Ia bercerai dengan Maimunah. Suaminya ini tidak diketahui keislamannya. Suaminya yang kedua adalah Abu Ruhm bin ‘Abdul ‘Uzza bin Abi Qays bin Bani Malik bin Hisl bin ‘Amir bin Luay. Ia meninggal dunia dan membuat Maimunah menjanda.
Adapun Maimunah menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Dzulqa’dah tahun ketujuh Hijriyah. Inilah pendapat jumhur ulama. Maimunah adalah istri terakhir yang dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa pengaruh bagi kaumnya Bani Hilaliyah. Mereka berjuang menolong Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maimunah dikenal sebagai seorang Mujahidah dan pemberani, ia ikut serta dalam peperangan untuk membantu pasukan-pasukan yang terluka dan sakit, seperti terjadi pada Perang Tabuk. Maimunah meninggal dunia di Sarif, pada tahun 51 Hijriyah.
Pernikahan Maimunah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari Madinah ingin berumrah ke Makkah pada bulan Dzulqa’dah tahun keenam Hijriyah. Ketika Quraisy mengetahui hal ini mereka berusaha menghalangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk masuk Makkah hingga terjadilah kesepakatan dalam perjanjian Hudaibiyah. Isi perjanjiannya agar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunda memasuki Makkah pada tahun berikutnya.
Di bulan Dzulqa’dah pada tahun ketujuh Hijriyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar lagi untuk berumrah. Beliau pun menyelesaikan umrahnya. Rasulullah lalu shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Maimunah dengan mahar 400 dirham (sekitar 12 juta rupiah, pen).
Ada yang menyebutkan bahwa Maimunah radhiyallahu ‘anha-lah yang menawarkan diri kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena prosesi lamaran Nabi berlangsung saat Maimunah berada di atas tunggangannya. Maimunah berkata, “Tunggangannya dan apa yang ada di atasnya (dirinya) adalah untuk Allah dan Rasul-Nya. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat,
وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.” (QS. Al-Ahzab: 50).
Keutamaan Maimunah binti Al-Harits
Hadhrat Maimunah ra sangat mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau bergaul baik dengan Maimunah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memujinya dan saudari-saudarinya dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Perempuan-perempuan beriman yang bersaudara adalah Maimunah istri Nabi, Ummul Fadhl binti Al-Harits, Salma istrinya Hamzah (bin Abdul Muthalib), Asma binti Umais. Mereka semua saudara seibu.” (HR. Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat, 8:138; Ibnu Mandah dalam Al-Ma’rifah, 2:328:2, Al-Hakim, 3:32; Ibnu ‘Asakir dalam At-Tarikh, 1:239:2. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1764)
Hadhrat Maimunah juga seorang yang rajin menjalin hubungan silaturahim. Aisyah radhiyallahu ‘anhu sendiri mengakui Maimunah sebagai seseorang yang bertakwa dan rajin menjalin hubungan silaturahim. (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 4:34. Ia katakan hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).
Beliau, Hadhrat Maimunah ra juga dikenal berilmu dan fakih. Keilmuannya dapat dinilai dari jumlah periwayatannya terhadap hadits. Maimunah meriwayatkan 76 hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Nawawi sendiri mengatakan ada 46 hadits, Imam Dzahabi mengatakan ada 13 hadits.
Hadits dari Maimunah dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim ada 13 hadits. Hadits yang muttafaqun ‘alaih (sepakat Bukhari – Muslim) ada tujuh hadits. Hadits yang diriwayatkan Bukhari saja ada satu hadits, sedangkan Muslim saja ada lima hadits.
Di antara kefakihannya dibuktikan lewat cerita Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ada seorang wanita yang sakit lantas ia menyatakan kalau Allah menyembuhkannya, ia akan shalat di Baitul Maqdis. Lantas ia sembuh dan mempersiapkan diri untuk berangkat ke Baitul Maqdis. Maimunah—istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam—lantas mengucapkan salam kepadanya.Ia mengabarkan kepada Maimunah kepada maksudnya untuk ke Baitul Maqdis. Maimunah lantas berkata, ‘Duduklah, makanlah apa yang telah engkau buat. Cukuplah engkau shalat di Masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ini karena sungguh aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Shalat di masjid ini (Masjid Nabawi) lebih afdal seibu kali dari shalat di masjid lainnya kecuali masjid yang ada Ka’bah (Masjidil Haram).’” (HR. Muslim, no. 1396)
Hadhrat Maimunah sangat mencintai kebaikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Maimunah, lalu beliau diceritakan oleh Maimunah bahwa ia telah memerdekakan seorang budak miliknya (tanpa izin dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadanya,
“Jika engkau memberinya kepada sebagian pamanmu (keluargamu dari Bani Hilal, pen.), tentu pahalamu akan lebih besar.” (HR. Bukhari, no. 2592, 2594 dan Muslim, no. 999)
Referensi:
Ummahat Al-Mukminin. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Dr. Muhammad bin Sulaiman. Penerbit Dar Ibnu Hazm.