Uswatun Hasanah Baginda Nabi Muhammad saw senantiasa memberikan teladan yang mulia. Salah satunya adalah dalam hal pemilihan pasangan hidup dalam pernikahan, yang dilandaskan pada ketaatan dan keimanan, bukan kepada kekayaan, paras atau nasab.
Setelah kewafatan Hadhrat Khadijah ra, wanita mulia yang dinikahi oleh Rasulullah saw adalah Saudah binti Zam’ah. Beliau berdua menikah di bulan Ramadhan.
Nama dan nasabnya adalah ummul mukminin Saudah bintu Zama’ah bin Qois bin Abdu Syams bin Abdu Wudd Al-Amiriyyah. Ibunya adalah Syamusy bintu Qois bin Zaid An-Najjariiyyah. Hadhrat Saudah ra meriwayatkan 5 hadis dari Rasulullah saw.
Sebelum menikah dengan Rasulullah, Hadhrat Saudah telah menikah dengan Sakran bin Amr Al-Amiry. Saudah dan Sakran merupakan Bani Amir yang masuk islam dan kemudian berhijrah ke Habasyah. Namun, setibanya di Habasyah, Sakran jatuh sakit dan wafat.
Saudah binti Zam’ah ra rela meninggalkan kampung halaman dan harta bendanya demi kemuliaan Islam. Hadhrat Saudah hijrah dengan menyusuri medan yang sangat berat ke Habsyi, sambil terus mendapat intimidasi dan caci-maki yang menyebabkan beberapa saudaranya wafat, termasuk suaminya.
Pendamping karena Iman
Rasulullah saw mendampingi Saudah dan membantunya menghadapi kerasnya hidup. Apalagi, kala itu umur Saudah telah mendekati usia senja sehingga membutuhkan seorang yang dapat menjaga dan mendampinginya.
Tercatat dalam sejarah adanya tahun duka cita ketika Rasulullah saw kehilangan Hadhrat Khadijah binti khuwailid ra. Tak seorangpun berani meminta atau mengajukan nasihat kepada beliau saw tentang pernikahan. Hingga akhirnya, Khaulah binti Hakim memberanikan diri mengusulkan kepada Rasulullah saw.
“Tidakkah Anda ingin menikah ya Rasulullah?”
Rasulullah saw menjawab dengan nada sedih, “Dengan siapa saya akan menikah setelah dengan Khadijah?”
Khaulah menjawab.”Jika anda ingin, Anda bisa dengan seorang gadis dan bisa pula dengan seorang janda.”
Rasulullah kembali menjawab, “Jika dengan seorang gadis, siapakah gadis tersebut?”
“Putri dari orang yang Anda cintai, yakni Aisyah binti Abu Bakar.”
Setelah terdiam beberapa saat, beliau saw bertanya,”Jika dengan seorang janda?”
Khaulah menjawab, “Ia adalah Saudah binta Zam’ah, seorang wanita yang telah beriman kepada Anda dan mengikuti Anda.”
Saudah binti Zam’ah menjadi satu-satunya istri (setelah wafatnya Khadijah) selama tiga tahun. Orang-orang di Mekah merasa heran terhadap Rasulullah saw. Seorang janda yang telah lanjut usia dan tidak begitu cantik menggantikan posisi Khadijah. Namun demikian, hal itu semata merupakan rahmat dan kasih sayang Rasulullah saw.
Sebagai seorang istri, Hadhrat Saudah mampu menunaikan kewajibannya dalam rumah tangga bersama Rasulullah melayani putri beliau dan mendatangkan kebahagiaan serta kegembiraan di hati Rasulullah saw.
Di samping rajin shalat dan puasa, Hadhrat Saudah ra adalah seorang yang dermawan. Beliau juga seorang yang periang karena mampu menghadirkan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan dalam kehidupan Rasulullah saw.
Maka tidak heran jika Saudah menjadi istri tunggal Nabi dalam waktu cukup lama (3 tahun) sebelum kemudian Nabi Muhammad saw menikahi Aisyah, Zainab Ummu Salamah dan lain-lain. Beliau saw ingin menikahi Hadhrat Saudah untuk meringankan penderitaannya, meninggikan derajatnya dan menjaganya dari fitnah kaum musyrikin.
Memiliki Rasa Humor, Dermawan dan Berakhlak Mulia
Dikutip dari Quraish Shihab (2018), suatu ketika Saudah berkata kepada Nabi, “Semalam ketika aku shalat mengikutimu saat rukuk, engkau begitu lama sehingga aku memegang hidungku takut sampai bercucuran darah.” Mendengar ucapan tersebut Rasulullah saw tertawa.
Ibnu Sirin menceritakan bahwa Umar bin Khaththab pernah memberi satu karung uang dirham kepada Saudah ra. Ketika melihatnya, Saudah ra bertanya, “Apa yang ada di dalam karung ini?”
“Uang dirham.”
Saudah terkejut, “Uang dirham? Seperti (sebanyak) kurma? Hai, Pelayan! Ambilkan nampan!”
Saat itu juga Hadhrat Saudah membagi-bagikan uang tersebut kepada orang yang membutuhkan.
Nabi Muhammad pernah hendak menceraikan Hadhrat Saudah karena khawatir tidak bisa memenuhi hak-haknya. Namun Hadhrat Saudah meminta Nabi untuk tidak menceraikannya, malah memberikan “hari gilirannya” untuk Hadhrat Aisyah ra.
Aisyah ra pernah menuturkan, “Saudah binti Zam’ah pernah keluar rumah pada malam hari. Umar melihatnya (karena postur yang tinggi) dan segera mengenalinya. ‘Demi Allah engkau pasti Saudah. Kami mudah mengenalimu.’ Saudah merasa tidak enak hati, sehingga ia segera menjumpai Rasulullah saw. Tidak lama kemudian Allah menurunkan wahyu yang membenarkan tindakan Saudah. Rasulullah saw bersabda Allah telah mengizinkan kalian keluar rumah selama ada keperluan.” Peristiwa ini adalah asbab turunnya ayat yang memerintahkan isteri-isteri Nabi untuk berhijab.
Hadrat Aisyah pun pernah berkata, “Aku tidak pernah menemukan seorang wanita yang lebih kusukai jika aku menjadi dirinya, selain Saudah binti Zam’ah. Seorang wanita yang kekuatan jiwanya luar biasa.”