Official Website Organisasi Perempuan Muslim Ahmadiyah

Ummu Sulaim ra – Wanita dengan Teladan Itsar

Ummu Sulaim

Rumaysho adalah nama lain dari Ummu Sulaim, seorang sahabat wanita dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah ibu dari sahabat mulia, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

Dahulu menikah dengan Malik, setelah itu menikah lagi dengan Abu Tholhah. Di antara kisah yang menunjukkan kesabarannya adalah saat puteranya meninggal dunia. Ia begitu ridho dan sabar atas ketentuan Allah kala itu.

sahabat wanita ini dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Khazraj yang mesti kita gali pelajaran dari beliau. Ia adalah Ummu Sulaim. Ada yang menyebut Ummu Sulaim memiliki nama Ghumaisha’. Ada juga yang menyebutnya dengan Rumaysho, Sahlah, Anifah, atau Rumaitsah.

Ia adalah putri dari Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin ‘Aamir bin Ghanam bin ‘Adi bin An-Najar. Rumaysho ini adalah ibu dari Anas bin Malik, pelayan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rumaysho awalnya menikah dengan Malik yang kafir. Ia menuntun putranya Anas untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia menuntun putranya, ucapkanlah “LAA ILAHA ILLALLAH, ASY-HADU ANNA MUHAMMADAR ROSULULLAH.” Anas pun mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut. Setelah Anas masuk Islam, Malik berkata kepada Ummu Sulaim,

“Kamu jangan merusak anakku.” Ummu Sulaim menjawab, “Aku tidaklah merusaknya.”

Malik kemudian pergi. Lantas Malik bertemu musuhnya, lalu ia dibunuh oleh musuhnya. Ummu Sulaim tidaklah menikah sampai Anas sendiri yang menyarankan ibunya menikah.

Kemudian Ummu Sulaim dilamar lalu menikah dengan Abu Thalhah Zaid bin Sahl Al-Anshari. Lalu putranya dari pernikahan tersebut adalah Abu ‘Umair dan ‘Abdullah.

Ummu Sulaim pernah mengikuti perang Hunain dan Uhud. Ia adalah di antara wanita-wanita istimewa. Rumaysho Ummu Sulaim adalah di antara sahabat yang mulia, dikenal dengan akhlaknya yang luar biasa dan bagaimanakah kesabarannya yang sulit ditemukan di zaman ini.

Rumaysho Ummu Sulaim, Berpendirian Kokoh dan Teladan Itsar

Anas mengatakan bahwa Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim sebelum Abu Thalhah masuk Islam. Ummu Sulaim berkata, “Saya tertarik kepadamu dan semisalmu juga mendatangiku. Sayangnya, kamu itu laki-laki kafir. Saya adalah wanita Muslimah. Jika kamu masuk Islam, itu sudah cukup menjadi maharku, aku tidak meminta mahar yang lainnya lagi.” Lantas Abu Thalhah masuk Islam dan menikahi Ummu Sulaim. Lihat Tahdzib Hilyah Al-Auliya’ wa Thabaqaat Al-Ashfihaa’ karya Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Ash-fahani, hlm. 279.

Pelajaran dari kisah ini adalah, perempuan harus memiliki pendirian kokoh. Jangan sampai mau korbankan agama hanya karena ada pria atau wanita yang tertarik menikah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan lapar), lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali air”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshar berseru, “Saya.”

Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali jatah makanan untuk anak-anak.”

Orang Anshar itu berkata, “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.

Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar.

Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Malam ini Allah tertawa atau takjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah menurunkan ayat,

“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9). (HR Bukhari, no. 3798). Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan nama orang Anshar yang melayani tamu tersebut adalah Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu. Istri Abu Thalhah adalah Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha.

Ummu Sulaim memberi teladan agar kita memiliki sifat mulia itsar, yaitu mendahulukan orang lain daripada diri sendiri untuk urusan dunia, padahal diri kita sendiri butuh. Sifat itsar lebih dari sekadar berderma, tetapi lebih pada berkorban demi saudara dan begitu kuatkanya keyakinan akan janji Allah.

Kisah Kesabaran Rumaysho Ummu Sulaim

Ummu Sulaim juga memiliki kesabaran yang sangat kuat. Sampai-sampai ketika putranya meninggal dunia, ia bisa bersabar seperti itu. Ketika dapat musibah kala itu, ia tetap melayani suaminya seperti biasa.

Ingat pula bahwa doa berkah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh luar biasa. Ummu Sulaim setelah itu dikarunia tujuh anak yang kesemuanya telah menamatkan Al-Qur’an. Itulah hikmah di balik kesulitan ada kemudahan. Satu kesulitan tak mungkin mengalahkan dua kemudahan.

Dari Rumaysho Ummu Sulaim, kita dapat belajar Pentingnya mempertahankan iman, bukan mengejar dunia hingga meninggalkan agama. Milikilah sifat itsar, dahulukan saudara kita dalam urusan dunia, walau sebenarnya kita butuh. Kalau itsar itu dianjurkan, bersedekah dan berderma tentu dianjurkan pula.

Kita juga harus bersabar dalam menghadapi ujian. Sabar secara bahasa berarti al-habsu yaitu menahan diri. Sedangkan secara syari, sabar adalah menahan diri dalam tiga perkara : (1) ketaatan kepada Allah, (2) hal-hal yang diharamkan, (3) takdir Allah yang dirasa pahit.

 

Referensi:

Tahdzib Hilyah Al-Auliya’ wa Thabaqaat Al-Ashfihaa’. Cetakan pertama, Tahun 1419 H. Shalih Ahmad Asy-Syami. Penerbit Maktahab Al-Islamy.

LI Indonesia Update