Official Website Organisasi Perempuan Muslim Ahmadiyah

Atiqah binti Zaid ra – Fasih Bersastra, Istri 4 Syuhada

Atiqah

Ada ungkapan yang sangat masyhur di kalangan penduduk Madinah, “Siapa yang ingin mati syahid, maka menikahlah dengan ‘Atiqah binti Zaid.”

Atikah adalah seorang sahabat wanita mulia yang memiliki sekian banyak kemuliaan dan keistimewaan. Ia adalah saudara kandung dari Sa’id bin Zaid, salah seorang dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga.

Ibunya adalah Ummu Kuraiz binti Al-Hadhrami dan paman dari pihak ibunya adalah Al-‘Ala’ bin Al-Hadhrami, seorang sahabat Rasulullah saw. yang sangat terkenal.

Bibinya dari pihak ibu bernama Ash-Sha’bah binti Al–Hadhrami. Ia adalah ibunda Thalhah bin ‘Ubaidillah, salah seorang dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga.

Di kalangan orang-orang Quraisy, ‘ Atikah dikenal sangat fasih dalam berbahasa, menguasai ilmu sastra, cerdas, dan cantik jelita.

Pernikahan dengan Abdullah bin Abu Bakar ra.

Abu Nu’aim meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. bahwa ‘Atikah adalah istri Abdullah bin Abu Bakar ash-Shiddiq ra, putra sahabat Rasulullah saw. paling terkemuka dan orang pertama dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga.

Ia adalah seorang wanita yang berparas cantik jelita sehingga Abdullah sangat mencintainya dan membuatnya agak bermalas-malasan untuk terjun di medan perang. Melihat hal ini, ayah Abdullah, Abu Bakar, menyuruhnya agar menceraikan istrinya yang cantik itu. Maka, Abdullah berkata,

“Mereka menyuruhku menceraikan ‘Atikah dan membiarkan aku terbawa dalam bayangan mimpi. Sesungguhnya menceraikan seorang istri idaman Apalagi memiliki segalanya adalah musibah paling besar.”

Keluhannya ini tidak dihiraukan sang ayah. Bahkan, Abu Bakar mempertegas perintah agar putranya segera menceraikan istrinya itu.

Dengan terpaksa, Abdullah menceraikannya juga, tetapi ia tidak dapat menutupi kerinduan dan kecintaannya. Suatu hari, Abu Bakar mendengar putranya melantunkan puisi yang sangat menyayat hati,

Aku tidak pernah melihat orang sebodoh diriku

Yang sanggup menceraikan wanita seperti dirinya

Aku juga tidak pernah melihat wanita sepertinya

Yang diceraikan tanpa kesalahan atau dosa

Mendengar ungkapan yang sangat menyentuh hati itu, Abu Bakar pun merasa iba sehingga ia mengizinkan putranya rujuk kembali dengan ‘Atikah. Dalam perkembangan berikutnya, ketika pasukan muslim mengepung kota Tha’if, Abdullah terkena anak panah yang membuatnya terluka parah dan akhirnya meninggal di Madinah.

Saat itulah, giliran ‘Atikah yang menangisi kepergian suami tercintanya dengan melantunkan bait-bait puisi yang menyayat hati,

Hari ini aku menangisi kepergian manusia terbaik,

Setelah Nabi dan Abu Bakar yang tidak pernah berhenti mencintai

Aku bersumpah, air mataku tidak akan pernah terhenti

Dan biarlah kulitku berselimut debu sepanjang masa

Selama burung Atikah tetap bemyanyi pilu

Selama malam dan siang silih berganti

Hanya Allah yang tahu bahwa tidak ada pemuda yang setara dengannya

Selalu tampil gagah berani

Tidak pernah mengenal takut mati di medan jihad

Jika kilatan pedang telah berkecamuk hebat

la menyongsong kematian hingga tombak, berubah merah karena bersimbah darah

Pernikahan Penuh Berkah

Setelah Abdullah bin Abu Bakar gugur sebagai syahid dan masa ‘iddahnya telah berakhir, Umar bin Khaththab melamar dan menikahinya. Salah seorang dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga.

Ia mendapat kedudukan yang sangat terhormat di sisi sahabat agung ini dan belajar banyak dari kedalaman ilmu, kezuhudan, dan kesederhanaannya.

Yahya bin Abdurrahman bin Hathib menuturkan, “Atikah sangat mencintai Abdullah bin Abu Bakar dan begitu pula sebaliknya, sehingga Abdullah memberinya harta khusus dengan syarat Atikah tidak akan menikah lagi, jika ia meninggal dunia lebih dulu.

Setelah Abdullah meninggal dunia, Umar mengutus seseorang kepada Atikah untuk menyampaikan pesan, ‘Engkau telah mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah. Kembalikanlah harta yang engkau terima dari Abdullah kepada keluarganya.’ ‘Atikah menuruti saran Umar, lalu Umar melamar dan menikahinya.”

Abu Umar menyatakan dalam kitab At-Tamhiid, “Ketika Umar melamarnya, `Atikah menerima dengan syarat Umar tidak boleh memukulnya, tidak melarangnya melakukan perkara yang benar, dan tidak menghalanginya jika ingin salat di Majid Nabawi.”

Melalui pernikahan itu, Atikah senantiasa mendukung perjuangan sahabat Rasulullah tersebut dalam menegakkan Islam. Bahkan, Atikah melihat langsung sang suami saat terbunuh sebagai syuhada.

Atikah pun kembali harus menjanda. Atikah kemudian dilamar oleh salah seorang dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga, yakni Zubair bin al-Awwam. Pernikahan itu berakhir ketika sang kesatria wafat syahid di lembah as-Siba dalam Perang Jamal.

Kisahnya tidak berakhir sampai di situ. Pasalnya, ketika usia sahabiyah tersebut masuk ke ke pala lima, ia dinikahi oleh cucu Rasulullah SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Husein tertarik de ngan kesalehahan Atikah.

Sayangnya, pada pernikahannya yang terakhir ini, Atikah harus kembali menjadi janda tatkala putra Ali bin Abi Thalib itu syahid pula di medan perang. Kesabaran sekaligus ketegarannya sungguh tanpa batas.

LI Indonesia Update