Official Website Organisasi Perempuan Muslim Ahmadiyah

Shafiyyah binti Abdul Muthalib ra – Sang Pemberani di Medan Perang

Shafiyyah

Keberanian, persatuan, semangat, dan iman yang menguatkan kaum muslim di zaman Rasulullah saw tak hanya muncul dari kalangan prajurit laki-laki, tetapi juga muncul pada kaum Mukminah.

Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah SAW, adalah salah seorang mujahidah yang membuat kaum Yahudi bani Quraizhah lari tunggang langgang.

Namanya dalam sejarah makin berkilau laksana permata yang ditimpa cahaya matahari setelah para sejarawan menggelarinya sebagai wanita pertama yang berhasil membunuh orang musyrik.

Dia adalah ibunda Hawari (penolong) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk Surga. Cukuplah semua itu sebagai kemuliaan bagi Shafiyyah.

Kisah Perang Khandaq

Pada masa perang ini, seluruh penduduk memenuhi panggilan untuk berperang. Mereka bersama-sama membangun parit (khandaq) pertahanan. Orang tua, kaum muda belia, dan para perempuan bekerja sama.

Kaum Quraisy datang dengan penuh keberanian. Namun, mulut mereka menganga, terheran-heran bercampur khawatir melihat parit yang dibangun kaum Muslim. Mereka menatap ke Madinah, tanah yang hendak mereka hancurkan. Rencana Bani Nadhir dan pemimpin mereka, Huyay bin Akhthab, kandas di dasar parit.

Di balik gundukan parit ada 3.000 prajurit mukmin dengan pedang terhunus. Mereka telah mengikat janji setia untuk menang atau mati syahid. Namun, di antara mereka ada pasukan Yahudi bani Quraizhah. Mereka menunggu kesempatan untuk mengkhianati kaum Mukmin.

Rasulullah SAW mencium pengkhianatan kaum Yahudi. Ia mengetahui bani Quraizhah membatalkan perjanjian. Muncul kekhawatiran akan nasib kaum perempuan dan anak-anak. Beliau mengumpulkan mereka di benteng milik Hasan bin Tsabit RA, penyair Rasulullah.

Para prajurit berdebar. Mereka tak hanya harus menghadapi musuh mereka yang nyata, tetapi juga karena adanya musuh dalam selimut. Kaum kafir Quraisy mengutus orang untuk melihat kondisi benteng yang menjulang. Mereka menunggu kabar hingga tak ada prajurit Muslim laki-laki yang menjaga benteng, lalu mereka dapat menghabisi kaum perempuan dan anak-anak.

Shafiyah adalah perempuan yang cerdas. Ia mengetahui kehadiran seorang Yahudi bani Quraizhah yang sedang mengelilingi benteng. Instingnya yang kuat membuatnya mengerti maksud dan tujuan Yahudi tersebut. Ia merasa kaum perempuan Mukmin sedang dalam bahaya.

Namun, ia tak kalah cerdik. Setiap ada orang yang datang, Shafiyah menguatkan keberaniannya. Ia mengambil tongkat, lalu turun dari benteng untuk memukul Yahudi yang mengelilingi benteng tadi hingga meninggal.

Tekadnya untuk melindungi kaum perempuan dan anak-anak menguatkan keberanian perempuan dari bani Abdul Muthalib ini. Perbuatan Shafiyah membuat utusan kaum Quraizhah tak pernah kembali.

Ini seolah-olah memberikan pesan bahwa di benteng itu selalu ada sekumpulan kaum laki-laki yang sedang melindungi dan menjaga kaum perempuan beserta anak-anak. Shafiyah berhasil membuat Yahudi bani Quraizhah terbirit-birit.

Tegar di Perang Uhud

Kekuatan Shafiyah tak hanya tampak pada Perang Khandaq. Saat Perang Uhud, kaum Muslimin bersedih akibat perlakuan kaum Quraisy kepada Hamzah, kakak Shafiyah yang juga paman Rasulullah SAW.

Rasulullah meminta Zubair, putra Shafiyah, untuk pulang dan melarang ibunya melihat jasad Hamzah. Ia takut perasaan perempuan itu akan kacau balau.

Zubair menaati perintah Nabi Muhammad SAW. Ia berkata kepada ibunya, “Wahai ibuku, Rasulullah SAW menyuruhmu pulang.”

Shafiyah menjawab, “Mengapa? Aku telah mendapat kabar yang menimpa kakakku. Insya Allah aku ridha dan bersabar.”

Shafiyah akhirnya melihat jasad Hamzah. Ia tidak memedulikan kondisi jasadnya. Ia mengucapkan, “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.”

 

Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 11 Tahun ke-1 Jumadal Tsaniyah 1429/Juni 2008

LI Indonesia Update