Official Website Organisasi Perempuan Muslim Ahmadiyah

Ramlah binti Abu Sufyan ra – Teladan Wala’ wal Bara’

Ramlah

Nama aslinya adalah Ramlah. sebelum menikah dengan Rasulullah, ia dinikahi oleh Ubaydillah bin Jahsy. Ialah salah seorang Ummul Mu’minin yang banyak diuji keimanannya.

Di saat orang-orang terdekat dan yang dicintainya merupakan musuh baginya. Terutama Suami pertamanya, Ubaydillah bin Jahsy yang murtad dengan masuk agama nasrani setelah sebelumya ia seorang muslim.

Ayahnya adalah Shakhr bin Harb bin Umayyah yang dikenal sebagai Abu Sufyan. Ia adalah pembesar Quraisy yang terpandang pada masanya dan pemimpin orang-orang musyrik hingga penaklukan Mekah. Sedangkan ibunya bernama Shafiyah binti Abul Ash, bibi Utsman bin Affan.

Ramlah tumbuh menjadi gadis cantik yang dikagumi pemuda-pemuda Quraisy. Salah satunya adalah Ubaydillah bin Jahsy, pemuda bangsawan Quraisy yang tekun mempelajari ajaran Nabi Isa a.s dan selalu menyertai Waraqah bin Naufal, seorang pendeta nasrani. Ia melamar Ramlah. Lamaran itu diterima dan tak lama kemudian mereka menikah.

Beberapa saat setelah pernikahan tersebut, Muhammad saw diangkat sebagai Rasul. Berita ini menyebar di kalangan masyarakat Quraisy. Ubaydillah menyambut seruan Rasulullah dan menyatakan keimanannya karena ia mendengar Waraqah bin Naufal membenarkan kenabian Muhammad ﷺ.

Ramlah pun mengikuti jejak suaminya, memeluk Islam. Saat Ramlah sedang mengandung, Rasulullah menyerukan kaum Muslimin untuk hijrah ke Habasyah. Maka berangkatlah Ramlah dan suaminya menuju Habasyah. Ramlah melahirkan Habibah, anaknya di Habasyah. Sejak itu ia lebih dikenal dengan sebutan Ummu Habibah.

Suatu malam, Ummu Habibah terbangun dari tidurnya. Ia bermimpi buruk tentang suaminya. “Aku melihat di dalam mimpi, suamiku Ubaidullah bin Jahsy dengan bentuk yang sangat buruk dan menakutkan. Maka ia terperanjat dan terbangun, kemudian memohon kepada Allah dari hal itu. Ternyata tatkala pagi, suamiku telah memeluk agama Nasrani. Maka aku ceritakan mimpiku kepadanya namun dia tidak menggubrisnya,” ujarnya.

Pagi harinya, Ubaydillah bin Jahsy berkata, “Ummu Habibah, aku berpikir tentang agama, dan menurutku tidak ada agama yang lebih baik dari agama Nasrani. Aku memeluknya dulu. Kemudian aku bergabung dengan agama Muhammad, tetapi sekarang aku kembali memeluk Nasrani.” Ummu Habibah berkata, “Demi Allah, tidak ada kebaikan bersamamu!”

Ubaydillah kemudian murtad dan mabuk-mabukan sampai akhir hayatnya. Setelah Ubaydillah meninggal, Ummu Habibah bermimpi bekas suaminya itu mendatangi dan memanggilnya Ummul Mukminin. Ia terkejut dan menafsirkan bahwa Rasulullah saw akan menikahinya.

Ketika mendengar tentang pernikahan anaknya dengan Rasulullah ﷺ, Abu Sufyan berkata, “Muhammad adalah seorang yang mulia, Ummu Habibah adalah seorang yang kuat dalam keimanan terhadap Allah dan Rasul-Nya.”

Beberapa tahun setelah menikah, Rasulullah ﷺ wafat. Sepeninggal Rasulullah, dia benar-benar menyibukkan diri dengan beribadah dan berbuat kebaikan. Dia berpegang teguh pada nasihat Rasulullah saw untuk berusaha keras mempersatkan kaum muslimin.

Ummu Habibah juga meriwayatkan banyak hadis. Ada sekitar 60an hadis yang belliau riwayatkan. Menjelang wafatnya, Aisyah berkata pada Ummu Habibah, “Terkadang di antara kita sebagai istri-istri Nabi ada suatu khilaf, semoga Allah mengampuniku dan mengampunimu dari perbuatan atau sikap itu.” Ummu Habibah membalas, “Engkau telah membahagiakan diriku, semoga Allah juga membahagiakan dirimu.”

Beliau wafat setelah memberikan keteladanan yang paling tinggi dalam menjaga kewibawaan diennya dan bersemangat diatasnya, tinggi dan mulia jauh dari pengaruh jahiliyyah dan tidak menghiraukan nasab manakala bertentangan dengan akidahnya.

LI Indonesia Update